LenteraJateng, UNGARAN – Belasan pria dengan gagah masuk ke lapangan utama Desa Kopeng Getasan Semarang. Menggunakan blangkon, jarik, dan membawa pecut serta tombak, para penari Tari Prajuritan itu mendapat perhatian penonton.
Sementara, ratusan warga telah berkumpul sejak pagi untuk menyaksikan pentas kesenian Gebyar Budaya Kopeng 2022. Meski terik matahari membakar kulit, namun tak menyurutkan semangat masyarakat untuk menonton Tari Prajuritan.
Tarian khas Semarang itu telah terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda sejak tahun 2019. Meskipun sebetulnya sejak puluhan tahun lampau, pemerintah kabupaten Semarang telah melakukan upaya pelestarian kesenian ini.
Dimainkan oleh 17 orang, para penari berperan sebagai tokoh yang berbeda-beda. Satu orang sebagai pemimpin disebut Wirayudha, yang menggunakan pakaian berwarna ungu cerah.
Kemudian terdapat dua pasukan dengan Manggalayudha sebagai komandan masing-masing barisan. Tak ketinggalan, dua bekathik selalu siaga di belakang barisan.
Sekitar 30 menit, para penari yang berasal dari kelompok seni Krido Manggolo Yudho, memperagakan tarian yang terinspirasi dari gerakan latihan prajurit dari Pangeran Sambernyawa yang mendirikan barak di sekitar wilayah Getasan.
Cerita prajurit Pangeran Sambernyawa ini berawal saat terjadinya perjanjian Salatiga yang membagi wilayah Keraton Surakarta dan berdirinya Mangkunegaran. Saat perundingan berlangsung, pasukan berada di sekitar Salatiga dan siap sedia untuk membela pemimpinnya.
Pemuda sekitar yang melihat latihan pasukan Sambernyawa kemudian mengikuti gerakan itu. Sembari bekerja di perkebunan, mereka menyesuaikan gerakan dengan tempatnya berada.
Berkembang Sejak Tahun 1969, Tari Prajuritan Pasukan Pangeran Sambernyawa
Agus Jumari, pelestari tarian Prajuritan dari kelompok seni Krido Manggolo Yudho memaparkan, sejak tahun 1969, Tari Prajuritan telah berkembang di dusunnya, yakni Dusun Kasiran Kopeng, Getasan.
“Dulu kami juga pernah lomba di Jakarta tahun 1985 dan menang untuk tingkat nasional,” bebernya.
Agus melanjutkan, musik untuk iringan juga menggunakan alat yang sederhana. Seperti kendang, empat buah saron, dan bedug.
Sebagai warisan budaya tak benda, para pemuda di dusunnya juga antusias untuk turut melestarikan Tari Prajuritan.
“Malah lebih dari maju, karena pemerintah sering mengundang setiap ada event. Meski selama hampir dua tahun, sempat sepi, libur,” bebernya.
Tari Prajuritan juga kerap dimainkan saat kegiatan lokal, seperti merti dusun atau bersih dusun.
“Nanti ramai waktu Saparan (bulan Safar),” tandasnya.