Membicarakan mengenai perempuan memang tidak kunjung ada habisnya. Dari masa ke masa topik mengenai perempuan selalu menarik untuk diperbincangkan. Mulai dari masa RA Kartini dengan perjuangan – perjuanganya mengenai pendidikan perempuan, Bung Karno dengan uraian di buku Sarinahnya mengenai kewajiban wanita dalam perjuangan republik Indonesia hingga issue terkait keterlibatan perempuan dalam dunia politik dewasa ini.
Peran perempuan saat ini begitu besar dan nyata, baik sebagai pribadi, istri, ibu, kaum professional serta warga negara yang berkewajiban mempersiapkan masa depan penerus bangsa. Perempuan Indonesia seringkali dianggap lemah namun juga dalam hal lain dianggap sebagai tokoh utama. Terkadang wanita dilupakan namun terkadang dicari, sayangnya jika hanya digunakan untuk menutup kuota keterlibatan perempuan. Padahal perempuan bangsa Indonesia memiliki SDM yang tidak kalah dengan kalangan pria.
Dalam pemilu perempuan bisa mengambil berbagai peran yang ada seperti pemilih, peserta maupun penyelenggara pemilu. Sebagai pemilih, seringkali perempuan dijadikan slogan dan tagline kampanye oleh peserta pemilu agar dapat mendulang suara. Banyak sekali kampanye politik yang mengatasnamakan perempuan dan segala glorifikasinya untuk merebut suara dari para perempuan. Terbukti suara perempuan masih sangat menentukan hasil dari pemilihan maupun pemilihan umum di bangsa ini.
Sebagai peserta pemilu, perempuan memiliki ruang lebih banyak saat ini karena secara peraturan perundangan banyak juga telah diberikan porsi khusus untuk perempuan. Jumlah perempuan dalam legislative sangat berdinamika dari pemilu ke pemilu. Diambil dari data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah Keterlibatan Perempuan di Parlemen Kota Semarang pada tahun 2013 sebanyak 18.00 persen , 2015 sebanyak 24.00 persen dan pada tahun 2019 sebanyak 20,00 persen.
Sebagai penyelenggara pemilu terkhusus yang akan dibahas kali ini adalah pengawas pemilu, perempuan memang memiliki porsi tersendiri. Tak jua lepas dari pandangan masyarakat yang cenderung menomorduakan perempuan. Acap kali perempuan dianggap kurang mampu dan kurang berani saat berhadapan dengan pengawasan pemilu. Pengawasan pemilu bukan saja berhadapan dengan sesama penyelenggara pemilu namun juga terpadap netralitas ASN, peserta pemilu juga masyarakat.
Perempuan juga memiliki kesempatan yang sama dan diatur oleh undang – undang untuk dapat terlibat aktif dipenyelenggara pemilu khususnya sebagai pengawas pemilu. Undang – Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menyatakan bahwa kuota 30% keterwakilan perempuan ini diamanatkan dalam bentuk affirmative action dalam lembaga penyelenggara pemilu ataupun dalam kesempatan menjadi kontestan elektoral (kandidat/calon legisalatif). Bahkan untuk kandidasi tersebut, kebijakan afirmatif tersebut dilengkapi dengan sistem zipper sebagimana diatur dalam Pasal 246 ayat (2) dalam UU No. 7 Tahun 2017.
Sayangnya klausul tindakan afirmatif masih dianggap tidak mengikat, karena cenderung hanya dimaknai “memperhatikan” dan tidak memiliki konksekuensi hukum yang pasti bagi pelanggarnya. Kedepannya diharapkan semua jajaran penyelenggara pemilu benar – benar melaksanakan tindakan affirmative ini dan dapat menyerap sumber daya perempuan.
Karena perundang – undangan telah menjamin partisipasi perempuan dalam aspek penyelenggara ataupun aspek peserta pemilu maka diharapkan perempuan – perempuan penggerak dapat dengan aktif mengikutkan dirinya dalam setiap tahapan dalam kepemiluan.
Hal ini sangat dibutuhkan karena perempuan dapat menyerap aspirasi dan kekawatiran dari sesama perempuan sehingga kebijakan yang diambil bisa lebih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi perempuan masa kini.
Menutip dalam buku Sarinah oleh Bung Karno yang menyatakan bahwa kaum perempuan harus turut serta mutlak dalam usaha menyusun negara nasional yang berkeadilan sosial. Karena itulah yang menjadikan wanita bahagia dan menjadi wanita yang merdeka. Sudah saat nya perempuan harus keluar memperlihatkan kemampuanya, membangun organisasi dan pergerakan perempuan harus senantiasa ada dalam setiap aspek kehidupan termasuk dalam kepemiluan.
Merdeka!!!
*Penulis Maria Goreti Jutari Risma H SH MH Pengacara di MariaPritha Law Office juga sebagai Ketua Pengawas Pemilu Tingkat Kecamatan di Kecamatan Banyumanik Kota Semarang.