Menurut UU 7/2017 penyelesaian sengketa antar peserta Pemilu hanyalah Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota. Sedangkan Panwaslu Kecamatan tidak memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
Padahal peran Panwaslu Kecamatan dalam menyelesaikan sengketa antar peserta Pemilu sangatlah penting. Panwaslu Kecamatan memiliki wilayah kerja yang lebih kecil dibandingkan Bawaslu Kabupaten/Kota dan sangat paham kondisi di lapangan, sehingga sengketa akan lebih cepat teratasi apabila diselesaikan oleh Panwaslu Kecamatan. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Perbawaslu 9/2022, bahwa penyelesaian sengketa dilaksanakan secara cepat.
Untuk mengakomodasi peran Panwaslu Kecamatan dalam menyelesaikan sengketa antar peserta peserta Pemilu, maka Bawaslu mengeluarkan Perbawaslu 9/2022. Di dalam Perbawaslu tersebut diatur bahwa Panwaslu Kecamatan diberi wewenang untuk dapat menyelesaikan sengketa antar peserta Pemilu.
Pemberian wewenang tersebut dibenarkan menurut Pasal 106 Huruf h UU 7/2017, bahwa “Panwaslu Kecamatan berwenang: ….. h. melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” Artinya, Panwaslu Kecamatan bisa menyelesaikan sengketa antar peserta pemilu selama diberi wewenang melalui peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah Perbawaslu, karena menurut Pasal 8 UU 12/2011, Perbawaslu termasuk dalam pengertian peraturan perundang-undangan yang diakui dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Namun pemberian wewenang kepada Panwaslu Kecamatan hanyalah sebatas mandat sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Perbawaslu 9/2022. Bahkan pemberian mandat tersebut harus melalui proses rapat pleno Bawaslu Kabupaten/Kota.
Artinya apabila ada permohonan untuk menyelesaikan sengketa antar peserta Pemilu di suatu wilayah kecamatan tertentu, maka Bawaslu Kabupaten/Kota harus mengumpulkan seluruh anggota komisionernya untuk rapat pleno hanya untuk memutuskan apakah sengketa tersebut diselesaikan oleh Panwaslu Kecamatan atau tidak.
Padahal jangka waktu penyelesaian sengketa sangat singkat yaitu cuma satu hari. Di hari permohonan penyelesaian sengketa disampaikan maka pada hari itu juga sengketa harus diselesaikan.
Dalam kajian hukum administrasi negara ada tiga cara wewenang itu diperoleh, yaitu melalu atribusi, delegasi, mandat. Atribusi adalah pemberian wewenang oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.
Delegasi adalah pelimpahan wewenang dari organ pemerintah kepada organ pemerintah lainnya. Mandat adalah ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangan dijalankan oleh organ lain atas namanya. Jadi wewenang yang diperoleh Panwaslu Kecamatan melalui mandat yaitu untuk menyelesaikan sengketa antar peserta pemilu bersifat insidental dan untuk kasus-kasus tertentu.
Pelimpahan wewenang melalui mandat biasanya bersifat insidental. Artinya mandat berakhir setelah sengketa selesai dan diberikan hanya untuk satu sengketa saja. Ketika nanti ada sengketa baru lagi dengan kasus atau pihak yang berbeda, maka diperlukan mandat baru lagi untuk untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
Masalahnya jangka waktu untuk menyelesaikan sengketa hanyalah satu hari dan tata cara untuk menetapkan mandat haruslah melalui rapat pleno. Bayangkan bila setiap ada sengketa muncul, Bawaslu Kabupaten/Kota mengumpulkan dulu para anggota komisionernya hanya untuk rapat pleno. Hal ini tentu akan merepotkan dan menyita waktu Bawaslu Kabupaten/Kota. Dikhawatirkan tugas-tugas pengawasan lainnya akan terbengkalai.
Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya mandat bukan dibuat secara insidental namun berlaku untuk jangka waktu lama dan menyelesaikan semua sengketa yang muncul. Contohnya mandat berlaku pada tanggal sekian sampai tanggal sekian, atau berlaku selama tahapan kampanye berlangsung.
Jadi Bawaslu Kabupaten/Kota cukup sekali melakukan rapat pleno lalu menetapkan mandat untuk memberi wewenang kepada jajaran Panwaslu Kecamatan di bawahnya dalam menyelesaikan sengketa antar peserta Pemilu di wilayahnya.
Konsep mandat adalah pelimpahan wewenang ketika pemberi mandat mengizinkan wewenang dijalankan oleh penerima mandat dan bertindak atas nama pemberi mandat. Pemberi mandat masih dapat mencampuri atau bahkan mengambil alih wewenang yang dilimpahkannya.
Jadi Bawaslu Kabupaten/Kota sewaktu-waktu dapat mencampuri atau mengambil alih penyelesaian sengketa antar peserta pemilu yang dilakukan oleh Panwaslu Kecamatan. Maka dari itu surat ketetapan mandat yang diberikan kepada Panwaslu Kecamatan nanti sebaiknya memuat ketentuan, bahwa Panwaslu Kecamatan dalam melaksanakan wewenang harus selalu berkoordinasi dan berkonsultasi dengan Bawaslu Kabupaten/Kota, serta sewaktu-waktu Bawaslu Kabupaten/Kota dapat mencampuri, mengambil alih, atau mencabut wewenang yang dimandatkan.
* Muchamad Arif Agung Nugroho, Anggota Panwaslu Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang