LENTERAJATENG, JAKARTA – Beredarnya kabar terkait aturan pajak baru yang menyebut setiap warga dengan pendapatan atau gaji per bulan Rp 50 juta dikenakan pajak sebesar 5 persen menjadi perbincangan publik.
Akibat adanya kabar tersebut, tak sedikit warga yang mengeluhkan besaran pajak itu. Terlebih, aturan itu hanya menyasar untuk masyarakat lapisan bawah.
Menanggapi hal itu, Neilmaldrin Noor selaku Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) angkat bicara.
Dalam keterangan yang disampaikan, Neil sapaan akrabnya menjelaskan bahwa aturan pajak baru diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Undang-Undang tersebut juga ditegaskan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan Pajak Penghasilan.
Hadirnya beleid itu justru dimaksudkan agar lebih adil dengan berpihak kepada kelompok masyarakat kecil dan menengah.
Sebab, dalam regulasi yang baru itu justru ditegaskan bahwa penghasilan yang dikenakan pajak dinaikkan, yaitu dari sebelumnya Rp 50 juta per bulan menjadi Rp 60 juta per bulan yang dikenai pajak sebesar 5 persen.
“Dengan ini kami tegaskan, untuk gaji 5 juta per bulan (60 juta rupiah setahun) tidak ada skema pemberlakuan pajak baru atau tarif pajak baru. Orang yang masuk kelompok penghasilan ini dari dulu sudah kena pajak dengan tarif 5%,” katanya seperti dikutip, Selasa (3/1/2023).
Dalam keterangan itu, Neil juga mengingatkan agar wajib pajak tidak lupa mengurangkan terlebih dahulu penghasilan setahun dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang tidak berubah dari aturan sebelumnya, yakni sebesar 54 juta rupiah.
“Jangan lupa untuk memasukkan PTKP dalam penghitungan pajak terutang. Artinya, penghasilan yang sudah disetahunkan dikurangkan dulu dengan PTKP yang sebesar 54 juta rupiah, baru dikalikan tarif 5% dan seterusnya,” pungkas Neil.