LenteraJateng, SEMARANG – Anggota DPRD Jateng Soetjipto ingatkan komitmen terhadap Pancasila sebagai ideologi, kepribadian bangsa dan way of life. Ia menyampaikan hal tersebut, karena belakangan ini, ada beberapa saudara dan anak Bangsa Indonesia yang masih belum bisa menerima Pancasila sebagai dasar negara.
Komitmen untuk menjaga, merawat dan mengamalkan Pancasila harus terus dilakukan. Pancasila adalah ajaran, dasar dan ideologi yang tepat untuk Negara dan Bangsa Indonesia. Tidak hanya itu, Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara merupakan kesepakatan dari para pendiri bangsa.
Untuk itu sebagai anak bangsa Anggota DPRD Jateng itu ingatkan, untuk menjaga, merawat dan melestarikan warisan pendiri bangsa. Tidak hanya menjaga, merawat dan melestarikannya tetapi juga mempertahankan dan mengamalkan Pancasila dalam berbagai kehidupan bangsa.
Beberapa waktu belakangan, sebagian anak-anak bangsa justru menangkap tawaran ideologi lain di luar Pancasila sebagai dasar negara. Menurut seorang teman sambung Soetjipto, ada hasil survey yang menyatakan hal tersebut.
“Oleh karena itu tidak boleh lengah dan menyerah, harus terus-menerus meyakinkan ke seluruh elemen. Bahwa Pancasila adalah dasar ideologi yang paling tepat dan cocok untuk Bangsa Indonesia,” Kata Soetjipto, dalam kegiatan dialog ‘Nguri-uri Kesenian Tradisional, Bareng DPRD Provinsi Jateng’ dan Pagelaran Wayang Kulit 1 Jam dengan Lakon ‘Sumilaking Pedhut Mandura’ di Gedung Kesenian Sobokarrti Kota Semarang, Rabu (1/6/2022).
Kesempatan tersebut Soetjipto menyebut, kegiatan itu juga sekaligus memeringati Hari Lahir Pancasila, pada 1 Juni.
Ia juga meminta berkali-kali kepada pihak yang berkepentingan, agar di lembaga-lembaga pendidikan atau di sekolah-sekolahan. Terutama di lembaga-lembaga pendidikan yang eksistensi atau keberadaannya memerlukan izin dari pemerintah, agar Pancasila jadi pelajaran wajib.
“Dari tingkat taman kanak-kanak, SD, SMP, SMA/SMK dan perguruan tinggi,” tambah Anggota DPRD Jateng dari Dapil I (Kota Semarang).
Sisi lain, ia juga mengapresiasi adanya gerakan atau langkah-langkah yang akhir-akhir ini menarik untuk dicermati, yaitu deklarasi kampung Pancasila di berbagai tempat. Ia mendapat informasi dari seorang kawan, bahwa di Kota Semarang di masing-masing kecamatan sudah ada Kampung Pancasila.
1 Juni Tidak Hanya Mengingat Pancasila Tetapi Juga Bung Karno dan Indonesia
Anggota Komisi A tersebut menambahkan, 1 Juni tidak hanya sebagai Peringatan Hari Lahir Pancasila. Tetapi setiap tanggal tersebut, perlu mengingat tiga hal lainnya, Bung Karno, Pancasila dan Indonesia.
Bung Karno adalah Pahlawan Proklamator Bangsa, sekaligus penggagas dan penggali Pancasila yang juga telah sepakati oleh pendiri bangsa. Nilai-nilai dan Mutiara Pancasila menurut Bung Karno masih kata Soetjipto, murni asli digali dari bumi Indonesia.
Pada Juni ini juga sebagian masyarakat Indonesia sebagai Bulan Bung Karno karena beliau lahir pada 6 Juni, menyampaikan gagasan tentang Pancasila pada 1 Juni dan menghadap sang khalik pada 21 Juni.
Pagelaran Wayang Kulit, Anggota DPRD Jateng Ingatkan Pancasila Menyingkap Kegelapan
Usai dialog ‘Nguri-uri Kesenian Tradisional, Bareng DPRD Provinsi Jateng’ kemudian berlanjut dengan Pagelaran Wayang Kulit 1 Jam dengan Lakon ‘Sumilaking Pedhut Mandura.’
Lakon tersebut bercerita tentang Kangsadewa yang menuntut waris tahta Kerajaan Mandura. Tetapi tuntutan tersebut tidak dipenuhi oleh Basudewa. Kangsadewa memaksakan kehendak dengan membuat huru-hara di kerajaan tersebut dan membuat tiga anak Basudewa yang lain mengungsi dari ibukota.
Singkat cerita Kangsadewa dapat dikalahkan oleh Bimasena atau Werkudara.
Tiga anak Basudewa yang mengungsi yaitu, Kakrasana, Narayana dan Brotojoyo. Selama mengungsi Narayana berguru pada Begawan Padmanaba (samaran dari Dewa Wisnu).
Narayana mendapat wejangan dari Dewa Wisnu berupa ajaran Panca Dharma (Pancasila) sebagai dasar negara. Kelak Narayana memimpin Mandura dengan ajaran tersebut dan akhirnya awan gelap yang menyelimuti Kerajaan Mandura hilang.
Kangsadewa merupakan anak haram dari hasil perselingkuhan Gorawangsa yang berubah wujud menjadi Basudewa dengan Dewi Maerah, istri Basudewa.
Soetjipto Bicara Soal Wayang
Anggota DPRD Jateng Soetjipto melanjutkan, bicara mengenai wayang setidaknya ada empat hal. Pertama, masyarakat Indonesia gemar dengan seni pewayangan ini sejak dahulu kala. Masyarakat selalu menyimak melalui media, baik televisi maupun radio.
Kedua, wayang ini sebagai media syiar atau penyebaran informasi di mana pada awalnya oleh Sunan Kalijaga, seorang Wali Songo untuk menyebarkan Agama Islam. Setiap peralatan pagelaran wayang, Sunan Kalijaga melambangkannya dengan kehidupan di dunia sesuai dengan nafas ke-Islaman.
Kemudian berikutnya, Unesco sejak 2003 sudah mengakui Wayang sebagai seni budaya asli Indonesia. Dan terakhir, kesenian wayang tidak akan kehabisan penggemar baik dari dalam maupun luar negeri.
“Beberapa kali saya menjumpai, ada warga negara asing atau anak-anak muda, banyak yang belajar wayang. Berarti wayang tidak akan kehabisan pegiat dan penggemar,” tutur mantan Ketua PWI Jateng itu.
Ia optimis, jika wayang dirawat dan dijaga dengan semua aspek serta dinamikanya maka masyarakat akan tetap mencintainya. Mantan Pemimpin Redaksi Koran Sore Wawasan itu meminta, menjadikan wayang tidak hanya sebagai hiburan belaka tetapi juga tuntunan.
“Menonton tidak hanya banyak lucunya tetapi juga mengajarkan tentang kebaikan, budi pekerti dan akhlak mulia,” tuturnya.
Senada Narasumber Dra Oerip Lestari D Santosa, wayang tidak hanya sebagai tontonan tetapi juga tuntunan. Wayang sebagai tuntunan karena memiliki berbagai macam nilai-nilai luhur yang luar biasa, dari pesan-pesan yang tersampaikan.
Wayang ini dari India sambung wanita yang akrab dengan sapaan Uul itu, sampai di Indonesia kemudian berakulturasi dengan budaya dan kearifan lokal di Bumi Nusantara yang lebih dulu ada. Di negara asalnya, wayang tidak mengenal punakawan atau pengikut/ batur. Dalam wayang di Indonesia, punakawan juga berfungsi sebagai penasehat, biasanya kaum ksatria.
Tidak hanya mendapatkan nasehat, si ksatria juga biasanya mendapatkan cara pandang lain atau wawasan yang lebih luas sehingga lebih bijak ketika mengambil keputusan. (Adv-Anf/PTT)