LenteraJateng, SEMARANG – Harga kedelai impor melambung tinggi sejak Desember 2021 yang berimbas pada pengurangan ukuran dan kualitas produksi. Pasalnya, produk pangan berbahan dasar kedelai itu masih bergantung pada impor.
Hal itu yang pengrajin tempe di Jalan Madukoro, Semarang Barat rasakan dan berimbas pada menurunnya keuntungan hariannya. Slamet (51) mengatakan, produksi tempe menjadi terganggu akibat naiknya harga kedelai impor.
“Kalau mengurangi produksi enggak. Naikan harga juga tidak bisa, turun juga tidak. Bisanya mengurangi ukuran,” ujar Slamet saat ditemui, Rabu (23/2/2022).
Slamet menuturkan, harga kedelai yang sebelumnya berada pada kisaran Rp 7.800 per kilogram, kini melonjak menjadi Rp 11 ribu. Kenaikan yang drastis ini mempengaruhi ukuran dan kualitas tempe yang ia produksi.
“Berat kedelai untuk satu papan tempe biasanya lima ons, sekarang jadi 4,5 ons. Pedagang di pasar ada yang mau ada yang enggak,” kata dia.
Selain ukuran, ia juga menyesuaikan cara pencucian kedelai agar kulitnya tidak terbuang. Hal itu untuk membuat berat tempe tetap sama.
“Efeknya kualitas tempe menurun. Jadi agak keras dan kurang tahan lama. Tapi ya mau gimana lagi, cuma itu caranya,” papar Slamet.
Alasan kenaikan harga kedelai tersebut, lanjut Slamet, imbas dari kenaikan ongkos kirim dari luar negeri. Kendati demikian, untuk supply tetap berjalan lancar meski terdapat pedagang yang menolak.
“Beberapa daerah ada yang mogok produksi. Kalau saya tidak. Walau kedelai agak mahal sedikit, tidak apa-apa, tetap produksi,” lanjut Slamet.
Senada, keluhan mengenai harga kedelau juga disampaikan oleh Keman (53). Untuk produksi tempe miliknya, ia tidak bisa melakukan penyesuaian berat dan ukuran. Mengingat ia adalah menjual tempe berbungkus daun pisang dengan ukuran kecil.
“Di tempat saya, susah kalau mau dikecilin. Karena saya pengecer. Harga satuannya juga Cuma Rp 800 – Rp 1.000,” kata Keman.
Meski demikian, ia mengaku tetap terus memproduksi tempe karena tidak ada pilihan pekerjaan lain. Padahal, hasil penjualan tempe daun tersebut, hanya mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Perlu Ada Swasembada Kedelai, Harga Kedelai Melambung Tinggi
Kepala Disperindag Provinsi Jateng, Arif Sambodo mengatakan, masalah kedelai yang terjadi di Jateng permasalahanya serupa dengan yang menimpa Nasional. Yakni terkait kebijakan 80 persen impor dan 20 persen lokal.
“Jadi harga impor sudah mahal. Ini Pemerintah Pusat sedang susun subsisdi kedelai impor. Sekitar Rp 10.600, di dapatkan dari impor, sampai sini sekitar Rp 11 ribu. Jauh dari harga acuan Rp 6 ribu,” kata Arif, Rabu (23/2/2022).
Arif mengungkapkan, perlu adanya swasembada kedelai lokal untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sebab, meski stok kedelai banyak namun masih terkendala harga tinggi akibat adanya impor.
“Kami perlu dari sektor hulu, ada swasembada kedelai agar kita tidak tergantung impor. Juga dalam pengolahan produksi, ukurannya atau harganya bisa menyesuaikan. Tidak ada ketentuan menaikkan harga tempe dan tahu goreng. Jadi pemerintah mikir skema subsidi. Apakah nanti pengurangan biaya impor, subsidi ke pengecer, itu sedang kami rencanakan,” ungkap Arif.
Editor: Puthut Ami Luhur