LENTERAJATENG, SEMARANG – Kota Semarang sebagai ibukota Provinsi Jawa Tengah, menyimpan potongan sejarah yang fenomenal. Namun, sering terlewatkan begitu saja.
Merespon ini, Gambang Semarang Art Company (GASC) yang dinahkodai oleh Tri Subekso kemudian mengemasnya dengan berkesenian dan berbudaya dalam rangkaian Festival Bubak Semarang 2025.
Festival ini diselenggarkan pada Jumat (24/01/2025) dimulai dengan pembukaan di Menara Syahbandar Semarang dan akan berakhir pada Agustus mendatang. Helatan budaya ini sekaligus menjadi kegiatan pertama di Menara Syahbandar pasca dilakukan revitalisasi pada 2023 lalu.
“Kami bersama tim kurator menentukan lokasi di Menara Syahbandar ini karena Semarang sebagai kota pelabuhan dengan lalu lintas yang ramai pada masa lalu. Kali Semarang yang ada di sebelah gedung ini adalah jalur perdagangan lama,” jelas Tri Subekso, Jumat (24/01/2025).
Kata Bubak, diambil dari bahasa Jawa yang artinya membuka atau mengawali. Sesuai dengan makna filosofinya bahwa Kota Semarang sejak jaman dahulu adalah kota besar yang menjadi pintu masuk.
Ia mengungkapkan, bersama komunitas GASC pihaknya akan mengangkat nilai-nilai yang berkaitan dengan Semarang. Baik dari segi sejarah, masyarakat dan cagar budaya yang ada.
Festival Bubak Semarang 2025 akan diselenggarakan di empat titik lokasi perkampungan tua yang ada di Kota Semarang.
“Di bulan Mei akan diselenggarkaan di Kampung Sekayu, salah satu kampung lama di Kota Semarang. Lalu bulan Juni di kawasan Pecinan, kita tahu bahwa Pecinan jadi bagian tidak terpisahkan dari Kota Semarang,” bebernya.
Kemudian di bulan Juli, lanjut Tri, Festival Bubak akan berlangsung di Kampung Kauman. Lalu kegiatan puncak akan dilakukan di daerah Krapyak.
Tokoh Nyi Bubak, Festival Bubak Semarang 2025
Selain peresmian dimulainya kegiatan budaya, juga dilakukan peluncuran logo Festival Bubak Semarang. Gambar ilustrasi ini adalah hasil kreasi tim kurator festival ini.
“Logo ini filosofinya sangat dalam. Ini representasi dari Nyi Bubak, Nyi Bubak adalah seorang perempuan, seorang ibu yang dia menguasai alam semesta di Semarang ini. Dia adalah cerita fiktif, tetapi dia sosok yang merawat masyarakat Semarang,” tegas Tri.
Sementara itu, Dina Prastyawan, tim kurator Festival Bubak Semarang menuturkan, Semarang adalah kota yang memiliki daya tahannya sendiri. Kendati masih jauh dari harapan perkembangan seperti kota besar lainnya, Semarang mampu bertahan dengan sokongan etnis-etnis yang ada.
“Nyi Bubak bisa jadi next icon setelah Warak Ngendog yang menjadi simbol Kota Semarang. Tidak pernah diketahui pasti siapa pencipta dari Warak Ngendog pertama kalo sebagai bentuk mitologi,” tandasnya.
Sebagai informasi, peresmian Festival Bubak Semarang 2025 dibuka dengan peluncuran logo, bedah buku Arya Purwalelana, dan pertunjukan seni dari sanggar Tresna Budaya, Ki Rengga Dumadi dan Tridhatu. Festival Bubak Semarang 2025: Menyibak Mozaik Sejarah yang Terpendam