LenteraJateng, SEMARANG – Pertunjukan Wayang On The Street kembali digelar di Oudetrap Teater, Kota Lama, Semarang. Dengan lakon Gatotkaca Nostalgia Dalam Senja, pentas kali ini adalah sebuah dedikasi untuk Prof Edi Darmono.
Prof Edi Darmono adalah senior di Wayang Orang Ngesti Pandowo yang berpulang pada tahun 2021 lalu. Untuk mengenang kiprahnya, maka pementasan kali ini mengusung tema Gatotkaca yang sering ia perankan.
Muhammad Harel Alzafar selaku sutradara dan pimpinan artistik menceritakan, mendiang Prof Edi sangat menginspirasi dan mendukung regenerasi anak muda dalam pementasan wayang orang maupun kesenian lainnya. Dengan adanya pertunjukan Wayang On The Street ini, kemudian menjadi wadah untuk menyalurkan dedikasi mereka.
“Beliau memodifikasi pakaian Gatotkaca yang biasanya berwarna hitam, menjadi beberapa warna. Ada merah, biru juga ungu yang biasanya kostum untuk wayang putri, ternyata cocok untuk Gatotkaca,” paparnya, usai pementasan pada Jumat (8/4/2022) malam.
Siapa sangka, pementasan sejak pukul 20.15 WIB itu, mendapat sambutan yang antusias dari para penonton. Mereka terlihat memadati area tribun Oudetrap Teater bahkan hingga meluber ke jalanan.
Gatotkaca Nostalgia Dalam Senja mengisahkan tentang Gatotkaca yang sedang jatuh cinta dengan Pergiwo. Menggunakan kostum Gatotkaca dengan empat warna, menjadi simbol nafsu empat perkara sang tokoh utama.
Dengan dukungan lampu sorot dari dari berbagai sudut dan iringan musik gamelan, membuat pertunjukan ini kental dengan budaya Jawa.
Kisah tersebut kemudian berakhir dengan adegan seorang kakek yang sedang membimbing para cucu yang sedang berlatih menari dan mendalang. Harapannya, hal ini dapat memberi contoh untuk terus menjaga dan meregenerasi pemain wayang orang.
Anak-anak Menyukai, Warga Asing pun Mengapresiasi
Wahyu Tegal Rahmadan (13), salah satu pemain lakon Gatotkaca Nostalgia Dalam Senja, menuturkan sudah mendalami dunia tari semenjak Taman Kanak-Kanak (TK). Menurutnya, ekspresi wajah merupakan hal yang paling sulit saat mencoba mempelajari koreografi dari lakon tersebut.
“Dari TK sudah nari, yang sering ngajarin kakak sendiri. Terus keterusan dan jadi suka tari sampai sekarang. Makanya tadi pas tampil juga enak, suka banget, seru,” tutur Wahyu.
Alexis, seorang warga negara Prancis mengaku baru pertama kali menonton pertunjukan wayang orang. Tenaga pengajar di salah satu kampus negeri di Kota Semarang itu sangat mengapresiasi kesenian tradisional yang ada di Semarang.
“Kostumnya sangat luar biasa. Juga tarian dan latar belakang ceritanya sangat menyentuh. Saya juga sangat ingin belajar sejarah Indonesia lebih banyak lagi,” bebernya.