LENTERAJATENG, SEMARANG – Warga Kota Semarang pasti tahu atau pernah melewati persimpangan legendaris ini, antara Jalan dr Cipto dengan Brigjend Katamso dan Kompol Maksum. Penduduk Kota Semarang, biasa mengenalnya dengan perempatan Milo.
Persimpangan tersebut, akhir-akhir ini menjadi bahan pembicaraan masyarakat karena sering terjadi kecelakaan lalu lintas. Nama Milo pun mencuat dan banyak yang bertanya-tanya, mengapa persimpangan tersebut dikenal sebagai Milo.
Banyak yang bertanya-tanya mengapa persimpangan tersebut dikenal sebagai Milo, terlebih tidak ada hal di sekitar wilayah tersebut yang menandakan brand tertentu. Nama Milo dikenal sebagai salah satu brand susu coklat, hanya ada sebuah sekolah menengah pertama, rumah sakit bersalin dan sebuah diler mobil.
Sekolah yang kini dikenal sebagai SMP Negeri 2 Semarang, dulunya pada zaman kolonial Belanda merupakan sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda. Sekolah tersebut adalah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs atau disingkat MULO, adalah setingkat menengah pertama.
Meer Uitgebreid Lager Onderwijs berarti Pendidikan Dasar yang Lebih Luas, pada akhir 1930-an sekolah-sekolah tersebut sudah ada hampir di setiap kabupaten/kota di Jawa. Sedangkan MULO di Kota Semarang, diperkirakan sudah ada sejak 1920-an.
Lama studi di MULO, selama tiga tahun bagi lulusan ELS (Europeesche Lagere School) atau sekolah dasar Eropa. Sedangkan bagi lulusan selain ELS, ditambah dengan kelas persiapan selama satu tahun, sehingga total lama studi empat tahun.
Pemerhati Sejarah Semarang Johanes Christiono menyatakan, dari dahulu persimpangan tersebut dikenal sebagai MULO karena terdapat bangunan yang bekas sekolah zaman Belanda yang kini dipakai SMP Negeri 2 Semarang.
Kata MULO jika diucapkan dalam Bahasa Belanda memang terdengar MILO, berbeda dengan Bahasa Indonesia. Mungkin karena warga sekitar yang sering mendengar kata tersebut, kemudian mengucapkannya sesuai dengan pengucapan dalam Bahasa Belanda.
Oleh masyarakat, kata-kata tersebut terus diucapkan untuk menunjuk sebuah kawasan di sekitar persimpangan antara Jalan Brigjen Katamso, dr Cipto dan Kompol Maksum. Maka kemudian, kawasan tersebut lebih dikenal sebagai MILO.
Pada masa pendudukan Jepang, sekolah dengan pengantar Bahasa Belanda ini sempat berganti nama menjadi Dai Ichi Tyu Gakko. Kemudian pada masa kemerdekaan, namanya berganti menjadi SMP 1 Pandean Lamper dan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, sekolah tersebut dirubah lagi menjadi SMP Negeri 2 Semarang sampai saat ini.
Persimpangan MILO, dulu juga dikenal warga Kota Semarang sebagai tempat pemberhentian bus antar kota atau kini dikenal sebagai terminal bayangan. Karena lalu lintas di sekitar persimpangan tersebut semakin padat, maka kemudian bus antar kota dilarang melintas di tengah kota dan diwajibkan masuk ke jalan Tol maka saat ini terminal bayangan pindah ke daerah Sukun Banyumanik. (ADI/PTT)