LenteraJateng, SEMARANG – Unika Soegijapranata dorong kemandirian dan penggunaan energi bersih di Indonesia, untuk itu mereka berkolaborasi dengan perguruan tinggi lain di Eropa dan Asia. Kolaborasi meliputi, pengembangan kurikulum, platform pelajaran dan laboratorium yang semuanya mendapat pendanaan dari Uni Eropa.
Menurut Local Manager eACCESS Dr Ir Florentinus Budi Setiawan MT menyatakan, perguruan tinggi yang berkolaborasi dalam tiga hal tersebut membentuk konsorsium mengenai renewable energy. Ia melanjutkan, eACCESS merupakan wadah konsorsium beberapa perguruan tinggi di Eropa dan Asia yang bergabung.
“Untuk dari Asia, ada Unika Soegijapranata, Unika Atmajaya Jakarta, Kantipur Engineering College, Pokhara University dari Nepal dan University of Bhutan dari Bhutan. Sedangkan dari Eropa, Techology University of Lodz dari Polandia, University of West Scotland dari United Kingdom dan Aristotle University Thessaloniki dari Yunani,” kata Budi Setiawan, di Unika Soegijapranata, Jumat (5/10/2022).
Semua yang Unika Soegijapranata kembangkan bersama partner-partner kerjasama tersebut, mulai dari kurikulum, platform pelajaran dan laboratorium energi baru terbarukan. Budi menyadari, Indonesia adalah negara penghasil sumber energi terutama batubara berbasis fosil.
Tetapi masih kata Budi, energi berbasis fosil ini lama kelamaan akan habis jika terus dilakukan eksploitasi. Akibatnya, jika sudah habis maka Indonesia akan tidak mempunyai kemandirian di bidang energi.
Krisis Energi di Eropa, Unika Soegijapranata Dorong Kemandirian Energi yang Bersih
“Seperti yang terjadi di Eropa, di mana terjadi krisis energi. Mereka bergantung pada negara lain, yaitu Rusia yang sekarang sedang berperang dengan Ukraina sehingga menganggu pasokan energinya terganggu,” tutur Budi.
Negara-negara Eropa sedang mencari energi baru untuk menggantikan yang mereka gunakan saat ini, gas alam. Alternatifnya, mereka tetap menggunakan energi berbasis fosil atau dari alam atau terbarukan.
Indonesia sebagai negara di Khatulistiwa mempunyai banyak sumber energi terbarukan yang melimpah, antara lain matahari. Maka menurut Budi, penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atau menangkap sinar matahari dengan menggunakan solar panel bisa mesubtitusi energi fosil.
Kebutuhan energi kata Budi, dapat tetap terjaga dan cadangan energi fosil yang Indonesia miliki tidak cepat habis. Selain energi terbarukan, lebih bersih dan ramah lingkungan daripada dari fosil.
Unika Soegijapranata saat ini telah mendapat bantuan Laboratorium PLTS dengan pendanaan dari Uni Eropa. Dengan adanya laboratorium ini Budi berharap, mendorong semua elemen dari pemerintah, industri dan masyarakat mulai menggunakan energi terbarukan.
“Laboratorium PLTS ini bisa juga menjual energi ke PLN dan dapat dikendalikand dari jarak jauh,” tutur Budi yang menyebut baru ada tiga laboratorium semacam itu di Indonesia.