LenteraJateng, SEMARANG — PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) jadi pilihan terakhir bagi Indonesia, menurut Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Dr Herman Darnel. Menurutnya, Indonesia sudah mempunyai banyak sumber energi baik yang terbarukan maupun tidak.
Sumber daya tersebut menurut Dr Herman, cukup untuk memenuhi energi di Indonesia sehingga PLTN atau Nuklir jadi pilihan terakhir. Untuk energi terbarukan lanjutnya, lebih dari cukup, mulai dari tenaga air, panas bumi, biomassa, surya, angin dan laut.
“Energi tersebut cukup hingga 2100 atau sekitar 900 tahun lagi,” kata Herman dalam Webinar “Refleksi Bencana Chernobyl & Opsi PLTN untuk Pelistrikan Indonesia”, Selasa (27/4/2022).
Selain itu, alasan lainnya adalah levelized cost of electricity (LCOE) PLTN lebih tinggi dari LCOE PLTU batubara, gas, PLTA, PLTP dan PLTS. Bahkan menurutnya, biaya listrik rata-rata atau LCOE PLTS dan PLTB dengan storage lebih rendah daripada PLTN.
Selain itu lanjut Dr Herman, pembangunan beserta fasilitas-fasilitas lainnya pada PLTN yang lebih besar daripada PLTU. Alias biaya investasi PLTN lebih besar daripada PLTU batubara maupun gas.
“Indonesia membutuhkan biaya awal yang lebih rendah untuk membangun infrastrukturnya,” tambahnya.
Resiko Lebih Besar, Pembangunan PLTN Jadi Pilihan Terakhir
Melihat resikonya masih kata Dr Herman, membangun PLTN lebih besar terlebih Indonesia rentan gempa bumi. Jika terjadi kebocoran akan menyebabkan kerusakan yang parah.
“Hari ini memperingati kecelakaan Chernobyl, tetapi yang menjadi sumbu tekanan tidak hanya kecelakaan tapi juga karena itu mahal,” ujarnya.
Selain mengenai itu, Ia juga memaparkan terkait perkembangan PLTN Global. Menurut Dr Herman, dalam 10 tahun terakhir dari 2019 kapasitas PLTN turun.
“10 tahun terakhir turun, dari 429 menjadi 392 gigawatt. Turun 30 gigawatt lebih,” tambahnya.
Kapasitas PLTN turun lanjutnya, mungkin juga melihat kecelakaan di Hiroshima pada 2011. Setelah itu banyak negara yang membuat pernyataan untuk tidak melanjutkan penggunaan PLTN.
Biaya tinggi dalam pembangunan PLTN menurut dia karena ada penundaan, lama pembangunan target empat tahun delay enam tahun sehingga menjadi 117 bulan atau hampir 10 tahun.
Editor: Puthut Ami Luhur