LENTERAJATENG, SEMARANG – Tim Kedaireka Unika Soegijapranata meluncurkan start up untuk mengelola kehutanan sosial. Start up ini untuk membantu petani di kawasan hutan memasarkan hasil pertaniannya.
Menghubungkan langsung petani di kawasan hutan yang kelola rakyat, dampingan Gerakan Masyarakat (GEMA) Perhutanan Sosial.
Selama ini petani di kawasan hutan, ketika akan menjual hasil produksi pertanian rantai distribusinya terlalu panjang ketika akan menjangkau industri. Ketua Tim Kedaireka Unika Soegijapranata Linggar Yekti Nugraheni SE Akt PhD menyatakan, start up ini menghubungkan antara petani dengan offtaker.
“Unika Soegijapranata membangun sebuah sistem supply chain yang terintegrasi dengan pelaporan keuangan. Sehingga apa yang GEMA Perhutanan Sosial lakukan ini menjadi transparan dan akuntable,” kata Linggar di Semarang, Senin (5/12/2022).
Anggota Tim Kedaireka Unika Soegijapranata Robertus Setiawan Aji N ST MComIT PhD menyatakan, sistem dalam start up ada empat. Pertama, legal, jika petani ingin mengajukan mengelola kawasan hutan dengan memenuhi syarat-syarat yang ada dan pendampingan GEMA Perhutanan Sosial.
Kedua lanjut Aji, kami mengembangkan dalam start up ini e-supply chain di mana petani harus melakukan pelaporan. Dari apa yang mereka tanam dan berapa luasan lahan yang mendapat ijin kelola. Start up sudah lengkapi dengan machine learning yang bisa memprediksi waktu panen berdasarkan saat tanam dan berapa banyak hasilnya.
“Setelah masyarakat menerima perijinan, maka mereka harus menggunakan lahan tersebut untuk pertanian. Hal itu sesuai dari kerjasama antara pemilik hutan dan masyarakat,” tuturnya.
Petani Mentok di Tengkulak, Tim Kedaireka Unika Luncurkan Start Up Kelola Kehutanan Sosial
Aji menambahkan, selama ini para petani penggarap hutan tersebut mentok sampai di middle man atau tengkulak. Kendalanya, pertama, petani tidak bisa menjual dalam jumlah besar dalam waktu tertentu. Dan kedua, akhirnya mereka tidak bisa menjual dengan harga yang layak dan cenderung murah.
“Karena mereka tidak ada akses ke industri pemakai barang mentah,” tambahnya.
Dari hasil petani yang terlaporkan di start up tersebut, GEMA Perhutanan Sosial kemudian menawarkan kepada pemakai, atau offtaker. Masyarakat dapat mengetahui secara transparan hasil penjualan pertaniannya.
Petani seperti mempunyai kasir pribadi, ketika memasukkan nominal maka otomatis membuat laporan keuangan, termasuk berapa pendapatan mereka dan pajak yang harus dibayarkan. Laporan keuangan tersebut, bisa dibawa ke bank ketika petani membutuhkan pembiayaan.
“Karena tidak semua petani bisa melakukan input maka kami memamanfaatkan hierarki organisasi GEMA Perhutanan Sosial di mana yang melakukan KUPS (Kelompok Usaha Perhutanan Sosial),” tuturnya.
Selain halaman petani, start up berbasis web ini juga terdapat halaman untuk offtaker. Prinsipnya lanjut Aji, sistem dalam start up ini terus berkembang dan sampai saat ini sudah 143 KUPS dari 191 Kapasitas Penyuluh Kehutanan yang melakukan input.