LENTERAJATENG, SEMARANG – Ria Ambarwati SKM MGizi bersama Susi Tursilowati SKM selaku Ketua bersama Susi Tursilowati SKM MSc PH, Sri Noor Mintarsih SKM MKes dan Dr Dra Estuasih DP SKom MKes mengadakan, Pelatihan dan Sosialisasi Makanan Pendamping Air Susu Ibu (ASI) Berbasis Bahan Pangan Lokal.
Program Pengabdian Masyarakat yang dilaksanakan oleh akademisi dari Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang merupakan upaya pencegahan stunting.
Stunting atau kerdil atau gagal tumbuh akibat kekurangan asupan gizi ini menjadi perhatian pemerintah dengan program zero stunting pada 2025.
Kegiatan ini dilaksanakan bersama kades Pos Layanan Terpadu Kelurahan Pedalangan, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang pada Rabu (17/7/2024), di Aula Kantor Kelurahan Pedalangan.
Disampaikan oleh Ria MGizi, pemilihan bahan dan metode pembuatan makanan pendamping ASI ini setelah dilakukan serangkaian riset terkait proses hingga nilai gizi yang terkandung pada setiap bahan yang dilakukan.
“Kami memilih bahan pangan lokal yang mudah didapat, murah, memiliki nilai gizi tinggi, dan tentunya enak sehingga dapat memberikan pengalaman rasa bagi anak,” terangnya pada LENTERAJATENG.
Bahan-bahan yang ia rekomendasikan dapat diolah sebagai makanan pendamping ASI antara lain kacang hijau, kacang merah, beras merah, pisang kepok, wortel, ikan kembung, labu kuning, dan tempe.
Tak hanya menggandeng kader pos layanan terpadu, pihaknya juga menggandeng pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah dalam kegiatan ini.
Tepung berbasis bahan lokal ini diharapkan bisa memberikan dampak bagi masyarakat secara ekonomis dan praktis.
Penyajian yang mudah, yakni 1-2 sendok makan tepung cukup dicampurkan dengan 50-100 mililiter ASI yang diperah telah dihangatkan.
Selain disajikan dalam bentuk bubur, bisa ditambahkan dengan bahan-bahan makan mengandung protein hewani, protein nabati.
Ria MGizi menyatakan bahwa sebagian besar anak memiliki kapasitas lambung yang kecil yang tidak dapat menampung makanan dalam porsi banyak, sehingga penyajian makanan pendamping ASI harus padat gizi.
Untuk itu ia menyarankan penambahan makanan pendamping ASI ditambahkan dengan minyak kelapa maupun santan.
Berdasarkan risetnya, tepung berbasis bahan lokal memiliki ketahanan hingga tiga bulan di dalam suhu ruang dan dapat disimpan dalam toples yang bersih dan kering.
Selain bahan yang mudah dan murah, proses pembuatan pun cukup mudah.
Bahan-bahan yang pihaknya rekomendasikan untuk diolah sebagai tepung sebagian besar prosesnya ialah bahan dicuci bersih, direbus, dikeringkan atau dioven, diblender atau dihaluskan, kemudian disangrai untuk mengurangi kadar air.
“Kami juga melakukan penelitian akhir berupa nilai gizi dari tepung-tepung ini, dan hampir semua memiliki kandungan nilai gizi yang baik,” ungkap Ria MGizi.
Baginya, stunting tak hanya terkait tumbuh kembang anak, namun kecakapan para generasi penerus di masa depan.
Kualitas masyarakat ke depannya sangat bergantung pada pemberian dan penyerapanan makanan kaya gizi di seribu hari pertama kehidupan.
Puji Rahayu, Kader Pos Layanan Terpadu RT 01 RW 04 Kelurahan Pedalanagn telah melakoni perannya selama 25 tahun.
Dalam pengalamannya, makanan pendamping ASI menjadi pekerjaan rumah bagi para ibu baru.
Kebingungan dan kerepotan ibu baru, ditambah kemapanan ekonomi keluarga berpengaruh pada pemberian makanan bergizi pada anak.
“Kami sebagai kader mendampingi para ibu, membantu memberikan solusi agar anak dan orang tua tidak merasa bersalah,” terang Puji.
Ia berharap dengan sosialisasi makanan pendamping ASI berbasis bahan lokal, pihaknya dapat berinovasi dan memberikan kemudahan bagi para ibu.
Makanan dengan rasa yang enak dan mudah disajikan.