LenteraJateng, SEMARANG – Nama Presiden Ke-4 RI, Gus Dur, diabadikan dalam sebuah sinci di gedung perkumpulan Boen Hian Tong atau Rasa Dharma di kawasan Pecinan, Kota Semarang. Sinci atau papan arwah yang ditempatkan di sebuah altar ini merupakan bentuk penghormatan kepada Gus Dur sebagai Bapak Tionghoa Indonesia.
Bentuknya yang unik, tampak berbeda dari sinci lain yang ada di papan altar tersebut. Papan arwah ini berwarna coklat gelap, dengan grafir tulisan nama yang di cat warna keemasan.
Selain itu, bentuk sincinya juga memiliki tambahan ornamen atap Masjid Agung Demak dengan atap tiga tingkat. Tiga tingkatan ini melambangkan iman, ikhsan, dan Islam.
Kepala Sekretariat Rasa Dharma , Wenshi Ling Ling mengatakan, sinci Gus Dur telah ada sejak tahun 2014. Awalnya, bentuk sinci Gus Dur yang sedikit lebih besar dari yang lainnya, adalah ketidaksengajaan.
“Desain dari Rasa Dharma tidak sebesar itu, namun kemudian ketika dibuat oleh PT Sango, jadinya cukup besar. Kami nggak memperhatikan. Ternyata setelah jadi, ukurannya paling besar,” kata Ling Ling, saat ditemui di Gedung Rasa Dharma, Jumat (23/9/2022).
Tak sembarangan, setelah sinci sudah jadi, pihak Rasa Dharma lalu memperlihatkannya kepada istri Gus Dur, Sinta Nuriyah Wahid. Namun, mantan ibu negara tersebut mengarahkan untuk meminta pendapat ke Gus Mus.
“Katanya, kalau masalah gini ketemu Gus Mus, beliau tahu apa yang Gus Dur inginkan. Jadi awalnya bagian atas seperti kubah masjid, kami bawa ke Gus Mus. Kemudian kata Gus Mus ini bukan kesukaan Gus Dur, akhirnya dibuatlah seperti atap Masjid Demak,” terangnya.
Bapak Tionghoa Indonesia, Sinci Gus Dur di Pecinan Semarang
Sebagai tokoh yang memperdulikan minoritas, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dinobatkan sebagai Bapak Tionghoa Indonesia oleh komunitas Tionghoa Semarang. Penobatan ini tercantum dalam sebuah prasasti saat mendoakan ketika Gus Dur jatuh sakit pada September 2009.
“Gus Dur itu plural dan dia adalah yang membantu atau yang sangat peduli dengan orang yang terpinggirkan, minoritas. Gus Dur yang jadi awal agama Kong Hu Cu kembali jadi agama yang bisa berkembang dan dikembalikan hak sipilnya. Beliau jadi bapak Tionghoa karena beliau bilang punya leluhur warga Tionghoa. Marganya saya lupa,” beber Ling Ling.
Selain sinci dan prasasti untuk menghormati Gus Dur, terdapat pula lukisan wajah yang terbuat dari kayu. Lukisan bentuk segi empat dengan ukuran sekitar 50 x 50 cm ini bertengger di tengah gambar ketua perkumpulan Rasa Dharma sejak 1900an.