LENTERAJATENG, SEMARANG – SETARA Institute tempatkan Kota Semarang sebagai Kota Tertoleran ketiga di Indonesia, dalam peluncuran Indeks Kota Toleran (IKT).
SETARA Institute menyebut Semarang sebagai kota yang berhasil membuktikan bahwa sejarah dan modernitas bisa bersatu dalam merawat keberagaman.
SETARA Institute adalah organisasi perkumpulan yang didirikan dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat setara, plural, dan bermartabat
Untuk mewujudkan visi tersebut, perhimpunan melakukan promosi, kajian, dan pendidikan publik terkait dengan pluralisme, kebebasan beragama berkeyakinan, inklusi sosial, demokrasi, hak asasi manusia, rule of law dan perdamaian.
Satu di antaranya, bentuk inisiatif SETARA Institute berkaitan dengan tujuan tersebut adalah riset Indeks Kota Toleran
Keberhasilan ini merupakan hasil dari sinergi kepemimpinan politik, birokrasi, dan masyarakat sipil dalam memajukan toleransi di tingkat lokal.
Satu penanda penting adalah terbitnya Peraturan Daerah Kota Semarang No. 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Hak Asasi Manusia, yang menegaskan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Selain, Peraturan Wali Kota Nomor 48 Tahun 2024 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme juga menjadi terobosan penting dalam upaya menjaga ruang hidup yang aman dan inklusif di kota Semarang.
Keterlibatan masyarakat sipil juga menjadi fondasi kuat toleransi di Kota Semarang. Dialog lintas iman, gerakan interseksional seperti Eco Peace Indonesia—yang menghubungkan isu toleransi dan pelestarian mangrove—hingga pemberdayaan FKUB menjadi contoh kolaborasi nyata.
Tak hanya regulasi, Pemerintah Kota Semarang juga memberikan hibah sebesar Rp 800 juta kepada FKUB untuk memperkuat kegiatan promotif toleransi. Hingga tahun ini, FKUB telah menerbitkan 8 rekomendasi pendirian rumah ibadah, termasuk gereja, vihara, dan klenteng.
Ketua Badan Pengurus Setara Institute Ismail Hasani mengatakan indeks kota toleran mendapatkan sambutan luar biasa dari wali kota di Indonesia.
“Karena kemampuannya menggerakkan elemen-elemen masyarakat, birokrasi, termasuk juga memprovokasi wali kota-wali kota,” kata Ismail.
Sehingga para Walikota kemudian bergerak, berbenah, terus menerus kami mencatat beberapa kota yg tidak pernah nyerah.
Ismail juga menyebut dampaknya membuat pemerintah kota (pemkot) menjadi berbenah. Kota yang mendapatkan skor rendah akhirnya mulai memperbaikinya.
“Dari yang awalnya dicaci maki kota intoleran, kemudian bergerak mulai dulu dari keluar zona merah dan seterusnya,” tuturnya.
Ismail menjelaskan komitmen menggelar indeks kota toleran akan terus digelar. Sebab, kebutuhan tersebut telah mencakup seluruh Indonesia.
“Saya kira komitmen kami apapun yang terjadi indeks kota toleran akan terus kita susun, kita kerjakan. Karena dia bukan lagi kebutuhan Setara, tapi kebutuhan republik. Saya membayangkan apabila kinerja bapak-ibu tidak ada yang mengapresiasi, tidak ada yang mengingatkan, tentu ini adalah persoalan serius bagi tata kelola pemerintahan,” tuturnya.
Kota Semarang, menempati peringkat ketiga secara nasional dengan capaian IKT 6,356 dan hal ini cukup positif. Sebelumnya Kota Semarang pada 2023, menempati peringkat kelima.
Dalam tiga tahun berturut-turut, Kota Semarang menunjukkan tren positif sebagai Kota Toleran. Pada 2022, Kota Semarang berada pada peringkat ketujuh, setahun kemudian pada 2023 masuk pada peringkat kelima dan pada 2024, naik dua peringkat menjadi peringkat ketiga.
Penghargaan disampaikan oleh Direktur Hubungan Antar Lembaga dan Kerja Sama BPIP Elfrida Herawati Siregar dan diterima langsung oleh Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng.
“Kota Semarang mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada SETARA Institute. Pada 2022 kami peringkat 7, pada 2023 peringkat 5, dan tahun ini naik ke peringkat 3. Saya persembahkan penghargaan ini untuk seluruh warga Kota Semarang, khususnya pengurus FKUB yang luar biasa,” kata Agustina.
Agustina menambahkan, pencapaian ini menjadi bukti konkret dari kekuatan gotong royong semua pihak.
“Kami mendapatkan peringkat ke-3, itu berarti naik dua tingkat dari tahun lalu. Dari peringkat 7 ke-5 kemudian ke-3, artinya yang dilakukan oleh FKUB dan seluruh elemen masyarakat untuk menjaga Kota Semarang sebagai kota toleran itu sudah sangat tepat,” tuturnya.
Indeks Kota Toleran adalah studi pengukuran kinerja kota dalam mengelola keberagaman, toleransi, dan inklusi sosial.
Penilaian dilakukan berdasarkan 8 indikator dalam 4 variabel, mencakup regulasi pemerintah kota, dinamika sosial, tindakan nyata pemerintah, serta demografi sosio-keagamaan. Dalam penilaiannya, Kota Semarang memperoleh skor 6,356 dalam IKT 2024.
“Penghargaan ini adalah tantangan baru bagi kami. Mari berlomba untuk menjadikan Kota Semarang toleransi terbaik tahun depan,” tutur Agustina.