LenteraJateng, SEMARANG – Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal oleh sejumlah perusahaan di Kota Semarang. Serikat buruh bereaksi atas tindakan tersebut.
Sekjen KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia) Jawa Tengah, Aulia Hakim menyebut dinas terkait tidak berpihak kepada para pekerja atas masalah ini. Pemerintah justru cenderung berada di pihak pengusaha.
Aulia mengungkapkan, sejauh ini tidak ada solusi dari Dinas Tenaga Kerja (Disnakertrans) Kota Semarang agar para buruh bisa kembali bekerja. Hal inilah yang kemudian mendasari ratusan pekerja melakukan aksi di depan kantor Disnakertrans.
“Semuanya tidak ditangani secara prosedur oleh negara. Kami sebut adalah lepasnya tanggung jawab negara dan selalu mengarah kepada PHK dan pesangon,” jelas Aulia saat aksi bersama, Kamis (7/7/2022).
Ia menyayangkan tindakan PHK dan pemberian pesangon tersebut berlaku sepihak oleh perusahaan dan tanpa melalui proses perundingan. Padahal, terdapat perjanjian kerja bersama antar pekerja dan perusahaan.
“Ini selalu berulang di Kota Semarang. Seharusnya perundingan dulu baru PHK. Maka kami minta cabut surat PHK-nya,” tegasnya.
Menurutnya, negara harus hadir menjadi penengah antara pekerja dan pengusaha. Khususnya, kali ini kepada dinas agar melaksanakan implementasi undang-undang dengan baik.
Pesangon Jadi Jalan Terakhir, PHK Massal Sejumlah Perusahaan di Semarang
Selama ini, lanjut Aulia, para pekerja selalu digiring untuk mendapat pesangon. Maka, pemerintah seharusnya membuat solusi out of the box.
“Kita sudah punya perjanjian kerja bersama, laksanakan itu. Jangan oke kita sudah sepakat, kesepakatannya itu di bawah undang-undang. Apalagi omnibus law, pesangon hanya 0,5 persen dari upah,” tuturnya.
Bahkan pemberian pesangon tersebut dengan cara mencicil. Padahal, para pekerja menginginkan keberlangsungan bekerja saja.
“Dinas selalu berkelit pengusaha nggak mampu. Jangan mewakili pengusaha dong, kalau kami disuruh mengerti pengusaha terus, kapan pengusaha dampingi kami,” paparnya.
Aulia berharap aksi ini sebagai langkah menyatukan aspirasi agar kasus di Kota Semarang khususnya terkait efisiensi ini tidak terulang kembali.
“Yang terakhir kemarin, efisiensi PT Asrindo 900 orang, PT Sanju 600 orang, dan PT Parapyang 60 orang, dan yang terakhir di PT Kharisma 300 orang,” pungkasnya.