LenteraJateng, SEMARANG – Perbudakan ABK (anak buah kapal) Indonesia di kapal asing, kerap berdampingan dengan illegal fishing. Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah menyatakan, praktik tersebut dalam skala global.
“Permintaan ikan terus meningkat sedangkan stok sudah berkurang drastis,” kata Afdillah saat menggelar aksi bersama SBMI dan Persatuan BEM Bergas di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jumat (17/12/2021).
Aksi tersebut juga untuk memeringati Hari Buruh Migran Internasional, pada Sabtu (18/12/2021). Menurut Greenpeace Indonesia perbudakan ABK Indonesia di kapal asing berdampingan dengan illegal fishing skala global.
Kondisi tersebut lanjut Afdillah, membuat pengusaha dan pemilik kapal melakukan berbagai cara untuk tetap bisa meraup untung sebanyak-banyaknya. Celakanya ABK yang menjadi korban eksploitasi dan diperlakukan semena-mena, serta mendapatkan upah murah bahkan tidak dibayar sepeser pun.
“Di sisi lain, ada tekanan ekonomi dan keterbatasan lapangan pekerjaan. Sehingga selalu ada anak muda yang berminat menjadi ABK,” tuturnya.
Bahkan di masa pandemi, Indonesia masih terus mengirimkan tenaga kerja untuk bekerja sebagai ABK ke luar negeri.
“Asia Tenggara adalah sentra rekrutmen ABK kapal ikan jarak jauh terbanyak. Badan Perikanan Taiwan merilis data, ABK asal Indonesia menempati posisi pertama dengan jumlah 22 ribu kemudian Filipina dengan 7 ribu ABK,” tutur Afdillah.
Menurut dia, perbudakan modern berkaitan juga dengan eksploitasi terhadap sumber daya laut yang semakin hari bertambah mengkhawatirkan.
Untuk menggambarkan nestapa ABK Indonesia, mereka menggelar aksi teatrikal. Dalam aksi tersebut tergambar seseorang dalam kondisi tangan terikat, mulut tertutup dan tubunya terperangkap dalam jaring berlatar belakang kapal asing.
Mereka juga memasang baliho di dua lokasi yang di mana manning agency beroperasi, di Tegal dan Pemalang. Baliho tersebut bertuliskan “Jangan Terjerat Jaring Kapal Ikan Asing!” Pesan tersebut sebagai pengingat bagi para calon ABK agar tidak terperangkap perbudakan kapal asing.
Editor : Puthut Ami Luhur