LENTERAJATENG, SEMARANG – Kota Semarang terkenal dengan pluralitasnya, ada berbagai kelompok etnis yang menghuni Ibukota Jateng ini. Satu di antaranya adalah etnis Khoja yang nenek moyangnya berasal dari Gujarat, India dan mendiami beberapa kawasan di Kota Semarang.
Meskipun sudah beralkuturasi dan bercampur dengan penduduk setempat, tradisi dan kebudayaan yang mereka bawa dari dataran Hindustan masih dilestarikan. Terutama, tradisi kulinernya yang khas kaya dengan rempah-rempah dan mampu menggoyang lidah bagi para penikmatnya.
Satu di antaranya adalah tradisi dalam pengolahan kuliner Nasi Kebuli, yakni yang Bu Aminah jajakan. Nasi Kebuli olahan Bu Aminah ini bagi warga Kota Semarang sebut-sebut sebagai legenda.
Porsinya memang tidak terlalu besar, daripada porsi untuk makan bersama-sama. Dalam satu piring, terdapat lauk sebagai semua pelangkap Nasi Kebuli. Dua potong daging, sebutir telur yang diolah dengan cara memindang, sambal, tidak lengkap tanpa taburan bawang merah goreng.
Pelanggan hanya perlu merogoh kocek dan mengeluarkan uang sebesar Rp 27 ribu, untuk satu piring Nasi Kebuli lengkap itu. Warung Nasi Kebuli dan Tomat Bu Aminah ini buka setiap hari, dari pukul 06.00 sampai 15.00 WIB.
Aminah (69) mengaku, Nasi Kebuli yang ia jajakan tersebut meneruskan usaha kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia. Mereka adalah Abdul Qodir dan Chadijah, yang menurunkan resep nenek moyang kepada Aminah. Keduanya menurut Aminah mempunyai darah Gujarat.
Saat itu Chadijah lah yang memulai berjualan Nasi Kebuli sejak 1970, di Kampung Pekojan sebelum pindah ke Kampung Cirebonan. Kini Aminah meneruskannya, di Jalan Petek Semarang Utara, masih di Kota Semarang.
Resep Nasi Kebuli ini, menurut Aminah tidak ada yang khusus. Seperti yang sudah pernah sang ibu ajarkan kepadanya, bumbu terdiri dari ketumbar, jintan, pala dan merica.
“Hampir sama dengan bumbu untuk membuat Gulai,” kata Aminah.
Susah Regenerasi dan Warung Sepi, Nasi Kebuli Bu Aminah Konsisten Sajikan Hidangan Asli Khoja
Lalu untuk pemilihan jenis beras, ia mengaku menggunakan dari hasil pertanian lokal saja. Untuk beras Basmati, jika ada pesanan saja karena beras tersebut jarang dijumpai di Kota Semarang.
Biasanya jika ada keturunan Khoja atau Arab yang memesan untuk perayaan hari-hari besar tertentu, baru Aminah membuat Nasi Kebuli dengan bahan Beras Basmati.
Beras Basmati, hanya budidayakan di Pakistan atau India dan pada umumnya di sana menggunakan jenis tersebut untuk membuat Nasi Kebuli.
“Meracik bumbu sampai membuat acar sebagai pelengkap Nasi Kebuli, perlu ketelatenan di mana tidak semua orang bisa menguasainya. Itu istimewanya, dan sampai saat ini saya dan suami masih meraciknya tanpa bantuan orang lain,” tutur Aminah.
Hal itu yang membuat penjaja Nasi Kebuli di Kota Semarang semakin sedikit karena susah untuk mencari penerusnya atau regenerasi. Sang adik, juga pernah menekuni usaha yang sama tapi kini sudah tutup karena anak-anaknya tidak mau meneruskan.
Zulfian, penggemar Nasi Kebuli yang kebetulan sedang menikmati di Warung Bu Aminah menyatakan, tidak banyak di Kota Semarang yang menjajakan makanan khas Asia Selatan. Rata-rata menurutnya, Nasi Kebuli dijajakan di restauran bukan warungan seperti Bu Aminah.
“Terlebih jika penjualnya asli keturunan Khoja, jaminan kualitas rasa. Kalau di restauran biasanya harus tebus dengan harga yang mahal. Selain murah di sini juga legendaris, sangat terkenal,” tuturnya.
Saat ini Warung Bu Aminah cenderung lebih sepi daripada dahulu. Menurutnya dahulu warung Bu Aminah lebih ramai dan banyak pelanggannya. (ADI/PTT)