LenteraJateng, SEMARANG – Komari kini tak perlu lagi beli gas untuk kebutuhan dapur di rumahnya. Pasalnya, sapi perah yang ia pelihara mampu hasilkan biogas untuk kebutuhan dapur rumahnya.
Sejak sebulan lalu, di rumah Komari telah memiliki tempat pengolahan limbah kotoran ternak untuk jadi biogas. Bantuan Pemprov Jateng, melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ini merupakan dukungan untuk Desa Samirono untuk mengurangi limbah ternak dan menuju desa mandiri energi.
Tim Jelajah Energi berkesempatan berkunjung ke rumah sederhananya. Dua ekor sapi perah Komari tempatkan di belakang. Kandang sapi pun telah ia modifikasi dengan tambahan saluran, kemudian alat penggiling, digester, dan tempat pembuangan slurry.
Biogas dari kotoran ternak akan menghasilkan methan yang bisa untuk memasak menggunakan kompor gas. Bahkan, api lebih stabil dan cepat panas.
Seetelah masukkan ke dalam digester, kemudian mengaduk dengan tuas yang ada di atas. Di dalam lubang tersebut, kotoran akan terpisah menjadi gas metan dan slurry.
“Ini hanya memutarnya saja. Nanti hasil gas masuk ke pipa, slurry-nya kalau penuh keluar ke bak penampungan,” kata Komari.
Biogas hasil proses tersebut, akan masuk ke dalam pipa dan gasnya bisa gunakan langsung untuk memasak dengan menyulut api di atas tungku kompor. Sedangkan slurry atau sisa ampas kotoran sapi akan kering setelah beberapa hari.
Komari yang kini menggunakan biogas, tak perlu lagi membeli gas tiga kilogram. Ia bisa menghemat pengeluaran dapur hingga Rp 60 ribu per bulannya.
Kotoran Sapi Bisa Langsung Untuk Pupuk, Komari Tak Perlu Beli Gas
Ampas sisa kotoran sapi bisa langsung terpakai sebagai pupuk organik. Darmanto, warga Dusun Pongangan lainnya, menggunakan slurry sebagai pupuk organik untuk lahan sayur yang ia miliki.
“Kandang jadi tidak bau karena kotoran sapi bisa langsung masuk digester. Nanti slurry saya tunggu kering dan angkut ke ladang,” bebernya.
Pupuk kandang dapat langsung ia gunakan untuk menyuburkan sayur-sayuran yang ia tanam. Ia bahkan tidak perlu menunggu berhari-hari untuk menghilangkan bau yang tak sedap.
“Kalau dulu nunggu penuh dulu di kandang, nanti baru sewa mobil pick up untuk bawa ke ladang. Biaya sewanya sekitar Rp 1,4 juta,” kata Darmanto.
Limbah kotoran sapi sebelumnya menjadi polusi di Desa Samirono. Apalagi setiap rumah memiliki kandang beserta sapi perah.
Pengalaman yang sama oleh Yakobus. Ia sejak 1999 sudah tak lagi membeli bahan bakar untuk memasak. Cukup dengan beberapa ekor sapi di belakang rumah, kebutuhan gas untuk memasak sudah terpenuhi.
“Saya sudah ganti kompor tiga kali. Tapi instalasi dan pipa malah belum pernah, paling saya bersihkan saja,” tambah Yakobus.
Editor: Puthut Ami Luhur