LENTERAJATENG, SEMARANG – Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) tetapkan Potehi dari Kota dan Kabupaten Semarang sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Penetapan Potehi sebagai WBTB ini, bersama 15 budaya lain asal Jateng.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng Eris Yunianto mengatakan, pada awal 2023 ini ada 80 calon WBTB yang diusulkan ke Kemendikbudristek.
Tetapi, dari hasil seleksi 64 budaya yang diusulkan ke pusat gugur. Dari jumlah tersebut, ada 16 budaya yang Kemendikbudristek tetapkan menjadi WBTB, termasuk Potehi.
Seleksi meliputi beberapa hal, antara lain dokumentasi terhadap budaya yang diusulkan, kajian akademis sampai dengan upaya pelestarian oleh maestro pelaku budaya tersebut.
Selain, budaya yang ditetapkan sebagai WBTB juga mempertimbangkan faktor kesejarahan sampai dengan ekonomi, serta faktor sosiologis di mana budaya itu berada.
“Jateng tahun ini ada 16 WBTB, sampai dengan 2023 ini kami memiliki 135 jenis,” kata Eris saat ditemui di kantornya, Rabu (1/11/2023).
Eris mengatakan, setelah memperoleh predikat WBTB nasional ke-16, budaya tersebut wajib dilestarikan.
Hal itu dibuktikan dengan evaluasi yang dilakukan setiap tahun. Jika pemerintah setempat lalai, bisa jadi titel tersebut dicabut.
Penyerahan dilakukan di Kota Tua Jakarta, pada 24 Oktober 2023 lalu. Selain WBTB, bangunan SMA Negeri 7 Purworejo juga ditetapkan sebagai cagar budaya peringkat nasional.
Potehi merupakan seni pertunjukan boneka tradisional asal Cina Selatan. “Potehi” berasal dari akar kata “pou” (kain), “te” (kantong), dan “hi” (wayang).
Mempunyai makna wayang yang berbentuk kantong dari kain. Wayang ini dimainkan menggunakan kelima jari.
Tiga jari tengah mengendalikan kepala, sementara ibu jari dan kelingking mengendalikan tangan sang wayang. Kesenian tradisional dari Tionghoa ini telah berkembang selama kurang lebih 3 ribu tahun lalu telah ada sejak Dinasti Jin (265-420 M).
Untuk memainkan wayang potehi ini membutuhkan 5 pemain, 2 pemain berperan sebagai dalang dan 3 pemain sebagai pengiring musiknya.
Cerita yang dimainkan pada wayang potehi biasanya tentang legenda, kepahlawanan dari Tiongkok,”
Wayang yang dimainkan berbeda-beda tergantung ceritanya, untuk alatnya ada tambur, musik gesek, simbah, dan lain-lain.
Beberapa lakon yang biasa dibawakan antara lain Cun Hun Cauw Kok, Hong Kian Cun Ciu, Poe Sie Giok, dan Sie Jin Kwie. Lakon-lakon itu merupakan kisah legenda dan mitos klasik dari daratan Tiongkok dan biasanya dimainkan di kelenteng.
Bila wayang potehi pentas di luar kelenteng, diambil cerita-cerita yang populer seperti Sun Go Kong (Kera Sakti)), Sam Pek Eng Tay, Si Jin Kui, atau Pendekar Gunung Liang Siang.
Perkembangan kesenian wayang potehi di Indonesia Pada masa masuknya pertama kali di Nusantara, wayang potehi dimainkan dalam dialek Hokkian.
Seiring dengan perkembangan zaman, wayang ini pun kemudian juga dimainkan dalam bahasa Indonesia
Wayang potehi bukan hanya sarana hiburan tapi juga memiliki fungsi ritual. Pertunjukan wayang potehi menjadi sarana untuk menyampaikan terima kasih, pujian, dan doa kepada para dewa dan leluhur.
Tak heran jika kesenian ini berkembang di sekitar kelenteng, terutama di beberapa kota di pantai utara Jawa
Selain Potehi, 15 budaya lainnya yang memeroleh predikat sebagai WBTB nasional antara lain, enting-enting gepuk (Salatiga), Opak Abang (Kendal), Dames (Purbalingga), Kentrung (Jepara), Bedhaya Pangkur (Kota Surakarta), Tari Bondhan (Kota Surakarta), Tari Karonsih (Kota Surakarta), Kirab Pusaka Malam 1 Sura Pura Mangkunegaran, Wayang Orang Sri Wedari (Kota Surakarta), Potehi (Kota dan Kabupaten Semarang). Adapula Sarung Goyor (Sukoharjo), nasi liwet (Sukoharjo), Emprak (Jepara), Janengan (Cilacap), Sate Blengong (Brebes), serta Buka Kitab Rembang (Kabupaten Tegal).