LENTERAJATENG, SEMARANG – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang, catat kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) meningkat 40 persen. Kasus KDRT di Kota Semarang periode Januari- Agustus tercatat ada 142 kasus.
Kepala DP3A Kota Semarang Ulfi Imran Basuki mengatakan, pada 2021 tercatat ada 156 kasus KDRT. Kemudian pada 2022 ada 228 kasus KDRT dan pada Januari-Agustus 2023 sudah ada 142 kasus.
Dari 2021 hingga saat ini ada kenaikan sebesar 40 persen dan jumlahnya cukup tinggi.
“Kami harap angka tidak melebihi kasus di 2022,” katanya.
Ulfi menjelaskan, ada berbagai faktor penyebab terjadinya kasus KDRT. Namun yang sering ditemui rata-rata penyebabnya adalah faktor ekonomi dan pernikahan usia dini. Kedua faktor itu kemudian memicu pertengkaran antara suami dan istri, sehingga puncaknya bisa berakhir dengan tindakan kekerasan.
“Dari sisi kami, pemicu KDRT tetap ke ekonomi, perjudian, minuman keras. Itu secara holistik bagaimana memerangi itu untum mencegah KDRT,” tuturnya.
Upaya pencegahan terus dilakukan, karena dengan pernikahan dini biasanya memicu KDRT karena psikologi masih lemah dan menimbulkan banyak masalah kesehatan termasuk stunting.
Ulfi juga mengimbau agar perempuan korban KDRT untuk berani melapor jika mengalami KDRT. Pihaknya akan melakukan pendampingan melalui rumah duta revolusi mental maupun UPTD dengan menghadirkan psikolog, pengacara, hingga layanan medis.
“Jika butuh pengacara kami ada, demikian juga layanan medis jika membutuhkan visum atau ada luka fisik. Kami kerjasama dengan rumah sakit di mana anggarannya dari pemerintah,” tegasnya. (IDI)