LENTERAJATENG, SEMARANG – Sistem zonasi akan diberlakukan di kawasan Candi Borobudur yang berlokasi di Magelang, Jawa Tengah.
Upaya tersebut dilakukan agar pemanfaatannya lebih tertata antara kepentingan konservasi, spritual, edukasi, maupun komersial.
“Jadi, besok tidak ada lagi tabrakan karena jalurnya sudah kami tata ulang. Mereka punya lokasi masing-masing. Misal ada kegiatan spiritual, pasti lokasinya di situ,” ujar Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan & Ratu Boko (TWC), Edy Setijono dikutip dari SinPo.id, Sabtu (7/1/2023).
Untuk mematangkan konsep tersebut, kata dia, saat ini upaya komunikasi dan koordinasi dengan lintas stakeholder sedang dilakukan.
TWC pun memberikan ruang Candi Borobudur untuk kepentingan umum, sehingga tidak ada satu pihak yang mengklaim khusus.
Terlebih, hal itu juga sudah tertuang dalam kesepakatan empat menteri dan dua gubernur untuk menjadikan Candi Borobudur sebagai pusat agama Buddha Indonesia dan dunia.
“Kami tetap jadikan ini (Candi Borobudur) untuk fungsi yang ada. Tapi dengan skala prioritas tertentu,” kata Edy.
Terkait dengan rencana tersebut, lanjutnya, ditargetkan selesai dirumuskan tahun ini.
Sementara itu, Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Buddha Kementerian Agama Supriyadi mengatakan kajian tersebut memang harus diputuskan bersama karena melibatkan beberapa institusi. Sehingga masih memerlukan kajian-kajian mendalam, termasuk soal pemanfaatan Candi Borobudur. Pemerintah pun sepakat, Candi Borobudur harus dilestarikan.
“Dari nota kesepahaman itu, sudah ada SOP-nya. Nanti kami coba bahas kembali. Mudah-mudahan ada solusi terbaik untuk umat Buddha dan pemerintah,” ujar Supriyadi.
Dengan begitu, akan ada titik temu antara pemanfaatan candi untuk kegiatan spiritual, konservasi, edukasi, maupun komersial.
“Karena dalam UU Cagar Budaya, salah satu pemanfaatan Candi Borobudur adalah untuk kepentingan agama,” kata Supriyadi.