LenteraJateng, SEMARANG – Hendi minta masyarakat waspada meski Covid-19 varian Omicron tidak sedasyat Delta. Wali Kota Semarang itu, meminta masyarakat terus waspada mengingat Covid-19 kembali meningkat.
“Memang angkanya naik kenceng, tapi tingkat keterisian rumah sakit dan isolasi terpadunya tidak seperti pada saat varian Delta pada Juli 2021 lalu,” kata pria bermama lengkap Hendrar Prihadi, di Balai Kota Semarang, pada Senin (7/2/2022).
Ia menyebut, termasuk angka kematiannya di mana saat ini belum ada laporan karena varian Omicron. Untuk kasus kematian Covid-19 di Kota Semarang, ada dua kasus dari varian Delta.
“Dua orang itu, lansia dan mempunyai kormobid,” tambah Hendi.
Gejala Omicron Tenggorokan Kering dan Batuk, Hendi Minta Masyarakat Waspada
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Abdul Hakam menyebut, gejala klinis pasien Omicron paling banyak adalah tenggorokan kering dan batuk.
“Kalau sekarang, orang flu itu saat swab pasti akan positif. Jadi semua orang harus hati-hati,” kata Hakam.
Ia menyampaikan, pasien dengan gejala berat, lebih baik langsung dirujuk ke rumah sakit. Hal itu supaya dapat terlihat status WGS (whole genome sequencing) tergolong varian Delta atau Omicron.
“Biar tahu ternyata memang yang namanya Omicron tidak menunjukkan gejala berat berat. Ternyata yang gejala berat itu Delta,” tutur Hakam.
Varian Omicron lanjutnya, sampai sejauh ini belum terekam ada yang meninggal meskipun penularannya lebih cepat daripada varian Delta.
“Delta itu, sampai kena ke saluran napas kemudian ke paru-paru. Mudah-mudahan tidak sampai kejadian kayak bulan Mei-Juni yang lalu,” tuturnya.
Sejauh ini, orang yang terpapar Omicron justru banyak yang tidak ada keluhan. Bahkan keluhan yang paling banyak adalah batuk, tenggorokan kering dan gatal.
Terkait dengan masa perawatan isolasi terpadu Rumah Dinas (Rumdin) Walikota yang sempat terjadi antrian panjang, Hakam mengaku hal itu terjadi karena kedatangan pasien yang bersamaan.
“Itu karena datangnya bebarengan. Cuma memang perbaikannya juga cepet juga. Dulu orang lama-lama di Rumdin bisa lima sampai tujuh hari. Sekarang paling rata-rata dua hari,” tutur Hakam.
Untuk masa isolasi pasien, hal itu sesuai dengan PMK (Peraturan Menteri Kesehatan). JIka tidak ada gejala, cukup sepuluh hari. Namun, jika bergejala, maka harus mengikuti tiga hari tambahan.
“Rata-rata yang terpapar adalah usia produktif. Antara usia 15 sampai usia 45 paling banyak. Karena mobilitasnya tinggi,” tambah Hakam.
Editor: Puthut Ami Luhur