LENTERAJATENG, SEMARANG – Subur (61), sang dalang dari Wayang Potehi Kelompok Fuhean langsung menenggak air mineral di sampingnya, usai dua jam mengoceh di depan penonton di sekitar Kelenteng Tay Kak Sie Semarang.
Pertunjukan Wayang Potehi Fuhean selesai tepat pada pukul 17.00 WIB, pada Selasa 4 Juli 2023.
Kemudian Subur meletakan berbagai jenis koleksi karakter Wayang Potehi di dalam kotak penyimpanan dan kemudian, turun panggung mencari warung untuk mengganjal perutnya.
Wayang Potehi, sudah Subur tekuni sejak 1974, ketika itu usianya masih 12 tahun. Untuk menjadi dalang Wayang Potehi, jalan yang ia tempuh tidak mudah.
“Proses untuk menjadi dalan itu ada tahapannya. Dalam artian saya menjadi asisten dalang dulu. Setelah itu baru naik, pegang tambur, gendang, terompet baru kita bisa jadi dalang. Saya mulai mendalang resmi pada 1994 sampai sekarang,” katanya.
Subur memang bukan dari keturunan Tionghoa namun kebetulan lingkungannya dekat dengan kelenteng sehingga nasib membawanya menekuni kesenian ini.
“Dulu rumah saya itu berhadapan dengan kelenteng. Dulu dalang potehi itu backstage-nya tertutup, orang nggak boleh lihat tidak sepeti sekarang. Mungkin dalang nggak mau tipsnya ketahuan. Tapi tidak tahu kenapa saya diizinkan dan tertarik jadi dalang,” katanya.
Lebih lanjut Subur menuturkan, kelompok Wayang Potehi yang diikutinya, Fuhaen sudah berusia cukup tua. Ia berupaya konsisten, untuk melestarikan pertunjukan legendaris dari bumi Tiongkok ini.
Perangkat Wayang Potehi yang dimainkannya menurut Subur, datangkan langsung dari Tiongkok dari generasi ke generasi. Saat ini diteruskan oleh generesi keempat, sebagai pewarisnya Toni Harsono.
Sampai saat ini, Toni masih berkomitmen melestarikan seni pertunjukan tersebut. Ia juga memiliki sebuah rumah produksi Wayang Potehi.
“Berbeda dengan kakek dan ayahnya. Toni harsono tidak hanya dalang tapi juga pengusaha toko emas. Dia banyak berdedikasi untuk wayang potehi salah satu bentunya dengan membuat banyak panggung untuk diberikan di setiap kelenteng di Jombang,” katanya.
Sedangkan untuk usia Fuhean sendiri, Subur mengaku jika dia tidak tahu persis. Namun dia memperkirakan sejak tahun 1900-an.
“Saya pernah melihat kwitansi tahun 1928 sudah ada main wayang. Itupun bukan kakeknya pak Toni berarti kakeknya bisa lebih lama lagi. Mungkin 1900-an,” paparnya.
Kemudian Subur menambahkan, cerita-cerita Wayang Potehi beragam. Ada yang merujuk suatu cerita asli dan ada yang karangan sendiri.
“Lebih banyak merujuk pada cerita-cerita silat,” katanya.
Subur menuturkan, keluh kesahnya selama mendalang. Sejauh ini dirinya mengaku kesulitan mencari penerus. Atau lebih tepatnya regenerasi sebagai dalang Wayang Potehi.
Pasalnya minat generasi muda pada kesenian Wayang Potehi tidak sebanyak dulu.
Kondisi itu kemudian berimbas pada kurangnya personel meskipun banyak tawaran untuk pentas.
“Untuk generasi muda sungguh sangat kurang. Yang saya rasakan banyak tanggapan tapi personelnya kurang. Ini aja kalau acara lagi saya sudah kehabisan orang. Karena yang lainnya juga ikut dalang lain. Jadi kayak istilahnya dia bebas freelance,” katanya.
Meski demikian dia akan berupaya untuk melestarikan Wayang Potehi bersama kelompoknya Fuhean.
“Toni orang yang peduli pada Wayang Potehi. Dia memproduksi wayangnya dan membuat panggung di setiap kelenteng agar kita nggak kesulitan bawa barang saat pentas. Meskipun agak berat, semoga upaya kami bisa membuahkan hasil,” katanya.(ADI)