LenteraJateng, SEMARANG – Masyarakat perlu waspada akan bahaya penyakit leptospirosis yang mengintai di musim penghujan ini. Penyakit akibat virus leptospira itu sering muncul setelah manusia bersentuhan dengan banjir yang tercemar kencing tikus.
Sub Kordinator Penyakit Tidak Menular dan Menular pada Dinas Kesehatan Jateng, Arvian Nevi, menjelaskan, leptospirosis merupkan infeksi yang berasal dari tikus.
“Jadi kalau musim hujan kan ada genangan banjir, tikus ini lari karena tempat tinggalnya kena air, air kencingnya juga pasti ikut ketinggalan. Ini (air kencing) lah yang tertinggal dan bercampur dengan genangan dan bisa menyebabkan terkena leptosirosis,” kata Arvian, Senin (24/10/2022).
Ciri-ciri umum pada penderita leptospirosis cenderung mirip dengan penyakit pada umumnya. Seperti demam, pilek masuk angin, kram, namun terkadang bisa kejang-kejang.
Leptospirosis yang tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan penderitanya meninggal dunia. Apalagi jika air banjir mengenai luka terbuka yang ada di tubuh manusia.
“Leptosirosis ini tingkat kematianya juga lebih tinggi dari demam berdarah (DB). DB hanya 2-3 persen. leptosirosis hampir 50 persen lebih. Jadi kalau ada dua kasus, satu bisa meninggal,” ungkap dia.
Hingga Agustus 2022, tercatat sebanyak 374 orang terkena leptospirosis di Jateng. Untuk itu, ia meminta kepada petugas kesehatan agar lebih peka bila menemui gejala tersebut.
Bahkan, ia menilai lebih baik langsung mengindikasikannya terkena leptosirosis agar penangananya tak terlambat.
“Perawat, bidan, harus lebih peka bila menemui tadi. Agar penanganan bisa lebih cepat. Karena kalau lambat diagnosanya, telat atau keliru, bisa vatal. Jadi kami sudah bekali petugas kesehatan agar tanggap penanganan langsung,” tandas dia.
Enam Orang Meninggal di Semarang, Waspada Bahaya Leptospirosis Mengintai di Musim Hujan
Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan Kota (DKK) Semarang, sudah ada 10 kecamatan yang ditemukan kasus leptospirosis. Yakni Kecamatan Tembalang lima kasus, Kecamatan Candisari empat kasus, Kecamatan Pedurungan 3 kasus, Semarang Utara 2 kasus, Kecamatan Genuk 2 kasus. Kemudian di Kecamatan Mijen dua kasus dan Kecamatan Semarang Selatan, Kecamatan Banyumanik, Kecamatan Gunungpati, Kecamatan Ngalian masing-masing satu kasus.
“Total dari Januari sampai Oktober ada 22 kasus lebtospira (leptospirosis). (kasus meninggal terbanyak) ada di Tembalang 2 kasus. Sisanya hanya satu kasus meningggal (Pedurungan, Semarang Utara, Genuk dan Mijen),” kata Kepala Bidang (Kabid) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) pada DKK Semarang, Nur Dian Rakhmawati.