LenteraJateng, JEPARA – Warisan budaya tak benda (WBTB) adalah warisan yang bersifat abstrak, dapat berlalu dan hilang dalam waktu seiring perkembangan zaman. Seperti Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Jepara yang telah menjadi WBTB setelah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menetapkannya pada Mei lalu.
Berdasarkan Konvensi UNESCO 2003, WBTB adalah berbagai praktik, representasi, ekspresi, pengetahuan, keterampilan – serta instrumen, obyek, artefak dan ruang-ruang budaya terkait dengannya. Masyarakat, kelompok dan dalam beberapa kasus, perorangan merupakan bagian dari warisan budaya tersebut.
WBTB ini terwariskan dari generasi ke generasi. Secara terus menerus, masyarakat maupun kelompok menciptakannya kembali dalam menanggapi lingkungan sekitarnya, termasuk interaksi mereka dengan alam dan sejarah mereka. Hal ini memberikan rasa identitas yang berkelanjutan, untuk menghargai perbedaan budaya dan kreativitas manusia.
Di Indonesia, pemerintah daerah dapat mengajukan penetapan WBTB untuk tingkat nasional. Usulan nominasi oleh komunitas adat dan pemerintah daerah melalui Kemendikbud untuk ke UNESCO.
Perang Obor Sempat Terhenti Karena Pandemi, Warisan Budaya Tak Benda Dari Jepara
Perang Obor di Desa Tegalsambi, Kecamatan Tahunan, Jepara sempat terhenti selama dua tahun karena pandemi, festival ini akhirnya kembali digelar dalam acara sedekah bumi pada Senin (20/6/2022) lalu.
Tradisi ini turun temurun berlangsung setiap Senin Pahing, malam Selasa Pon, di bulan besar atau Dzulhijjah. Masyarakat percaya api obor tersebut dapat mendatangkan kesehatan dan menolak bala.
Petinggi Desa Tegalsambi, Agus Santoso menuturkan, perang obor bermula dari legenda Ki Gemblong yang mendapat kepercayaan dari Kiai Babadan untuk merawat dan menggembalakan ternaknya. Namun, karena terlena dengan ikan dan udang di sungai, ternak tersebut terlupakan sehingga sakit.
“Ini merupakan bentuk rasa syukur kami. Api obor ini kami percaya mampu mendatangkan kesehatan dan menolak bala,” kata Agus.
Kiai Babadan yang tidak terima dengan kelalaian Ki Gemblong, memukul Ki Gemblong dengan obor dari pelapah kelapa. Akibatnya, Ki Gemblong menggunakan obor serupa untuk membela diri. Benturan kedua obor kemudian menyebarkan api di tumpukan jerami di sebelah kandang dan ternak yang awalnya sakit tiba-tiba menjadi sembuh.
Sekretaris Daerah Jepara, Edy Sujatmiko turut mengapresiasi perang obor yang kembali berlangsung dengan meriah. Ia berharap kegiatan sosial budaya seperti ini mampu menggerakkan kembali perekonomian masyarakat. Ia mengaku sangat terkesan dengan masyarakat Tegalsambi yang senantiasa melestarikan budaya lokal.
Edy juga menyambut positif inovasi Pemerintah Desa Tegalsambi yang menuangkan perang obor ke dalam bentuk seni lain, seperti Batik Perang Obor dan Tari Obor.
“Silakan berkomunikasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, nanti kita olah menjadi kreasi yang lebih baik,” ucapnya.