LenteraJateng SEMARANG – Masih menjadi hangat untuk diperbincangkan terkait hukuman yang diterima Herry Wirawan, seorang terpidana kasus perkosaan 13 santri. Pengadilan Tinggi Bandung pada Senin (4/4/2022) telah memutuskan vonis hukuman mati untuk predator seks itu.
Berkaitan dengan itu, ada berbagai pihak yang turut berkomentar terkait putusan pidana mati tersebut. Salah satunya akademisi sekaligus pakar hukum pakar hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Prof Hibnu Nugroho.
Prof Hibnu Nugroho menganggap bahwa vonis hukuman mati Herry Wirawan memenuhi rasa keadilan dengan apa yang telah diperbuatnya.
“Saya kira, hakim, jaksa, harus (berpikir dan bertindak secara) out of the box, sehingga masyarakat betul-betul keadilannya tercapai, keadilan terpenuhi. Kadang-kadang dari aspek hukum, keadilan tidak sampai memberikan rasa adil dalam masyarakat, kalau ini (vonis mati) saya kira memberikan keadilan,” papar Prof Hibnu Nugroho.
Dalam UU tersebut terdapat pasal 81 ayat (3) yang menerangkan bahwa jika tindak pidana itu dilakukan orangtua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana.
Mengingat bahwa Herry Wirawan dulu adalah seorang pimpinan di salah satu pesantren di Bandung, Jawa Barat.
Dengan melalui pidana mati, Prof Hibnu Nugroho ke depannya dapat mencegah adanya pelaku-pelaku predator seks lainnya.
“Jadi ada dua aspek. Satu, tuntutan jaksa terpenuhi. Dua, bahwa hakim berpikir melompat karena ini korbannya sangat luar biasa, menimbulkan efek psikis yang luar biasa, sehingga aspek pembalasan yang diutamakan agar kedepan tidak ada lagi,” terangnya.
Dan tentu dengan vonis mati Herry Wirawan tidak mendapat hukuman seperti yang tertuang dalam pasal 81 Ayat (7) UU Nomor 17/2016 yakni berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
“Saya sepakat itu (vonis mati) karena bisa memberikan efek jera atau mencegah adanya pelaku-pelaku lain maupun potensi-potensi seperti itu,” imbuh dosen Unsoed itu.
Editor: Puthut Ami Luhur