LENTERAJATENG, JAKARTA – Anggota DPR RI Fadli Zon menolak usulan kenaikan biaya haji yang diusulkan pemerintah melalui Kementerian Agama.
Bahkan, ia menyebut kenaikan biaya haji menyalahi prinsip tata kelola penyelenggaraan haji sebagaimana yang diamanatkan undang-undang.
Menurut Fadli, besaran kenaikan biaya haji yang diusulkan ini sangat tidak wajar. Sebab, tahun lalu saja, biaya yang harus ditanggung jemaah haji hanya sebesar Rp39,8 juta per orang. Jadi, jika tahun ini jemaah haji dipaksa untuk membayar Rp69,19 juta, kenaikannya lebih dari 73 persen.
“Secara umum, dalam catatan saya, ada beberapa alasan kenapa usulan itu sangat tidak wajar dan perlu ditolak,” ujar Fadli seperti dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (28/1/2023).
Pertama, merujuk kepada UU Nomor. 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, jelas disebutkan bahwa urusan haji ini bukan hanya semata-mata soal ekonomi, tapi juga menyangkut hak warga negara dalam beribadah, di mana negara seharusnya hadir memberikan perlindungan dan pelayanan yang terbaik.
“Mengubah komposisi biaya yang harus ditanggung jemaah dalam porsi yang drastis sangatlah tak bisa dibenarkan,” tegas Politisi Fraksi Partai Gerindra itu..
Kedua, asumsi-asumsi yang mendasari kenaikan tersebut juga tidak riil. Angka inflasi global sepanjang tahun lalu diperkirakan hanya 8,8 persen.
Di dalam negeri, lanjut dia, angka inflasi juga hanya 5,5 persen. Harga minyak dunia dan avtur juga cenderung turun dan stabil.
“Penurunan tersebut jelas bisa mengurangi komponen biaya penerbangan,” jelasnya.
Selain itu, pemerintah Arab Saudi juga telah menyampaikan bahwa secara umum harga akomodasi haji tahun ini akan 30 (tiga puluh) persen lebih murah dibanding tahun lalu, saat masih berada di tengah pandemi.
Sehingga, di tengah semua penurunan tersebut, dianggap ada masalah tata kelola yang serius jika pemerintah bersikukuh ingin menaikkan biaya haji lebih dari 73 persen.
Ketiga, pada awal Januari 2023, KPK sudah mengingatkan pemerintah bahwa ada persoalan serius dalam hal tata kelola penyelenggaraan ibadah haji.
Menurut hasil kajian Direktorat Monitoring KPK, dijelaskannya, ada tiga titik rawan korupsi dana penyelenggaraan haji, yaitu biaya akomodasi, biaya konsumsi, dan juga biaya pengawasan. Menurut temuan KPK, kerugian negara yang timbul dari tiga celah tadi cukup besar, mencapai Rp160 miliar.
“Selain itu, ini yang paling serius, KPK juga menengarai penempatan dan investasi dana haji kita tidak optimal, sehingga perolehan nilai manfaat dana haji kita jauh lebih kecil daripada yang seharusnya bisa didapat,” urai Anggota Komisi I DPR RI ini
Oleh karena itu, temuan KPK itu harus ditindaklanjuti oleh pemerintah. Jangan sampai masalah dalam tata kelola penyelenggaraan ibadah haji kemudian dialihkan tanggungannya kepada para jemaah.
Apalagi, sambung dia, jemaah haji Indonesia sudah menyetorkan uang ke bank selama belasan, bahkan hingga lebih dari dua puluh tahun untuk berangkat haji, namun ketika giliran mereka berangkat, biayanya menjadi sangat mahal hanya karena pemerintah yang dinilainya tak becus mengelola uang umat.
“Ini kan zalim namanya” tandasnya.