LENTERAJATENG, KLATEN – Seiring dengan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, kini setiap 1 Juni selalu peringati sebagai hari lahir Pancasila.
Munculnya Keppres ini selain bermaksud menegaskan peringatan atas hari lahirnya Pancasila, juga merupakan bentuk penghormatan nasional atas jasa Soekarno sebagai penggali dan perumus Pancasila menjadi dasar negara.
Meski telah ada payung hukumnya, upaya untuk mensosialisasikan Pancasila di masyarakat akar rumput ternyata juga belum sepenuhnya maksimal.
Berbagai kegelisahan itu setidaknya muncul dalam acara sarasehan peringatan Hari Lahir Pancasila yang digelar oleh DPC PA GMNI Klaten dengan tema “Upaya Menghidupkan (Kembali) Ideologi Pancasila Dalam Kehidupan Demokrasi” pada Kamis (1/5/2023).
Salah seorang perangkat desa sekaligus Ketua PA GMNI Sragen Kukuh Cahyono yang hadir dalam acara sarasehan itu mengaku bahwa ruang-ruang diskusi dan sosialisasi untuk kembali menghidupkan nilai-nilai Pancasila di masyarakat akar rumput terbilang masih minim.
Oleh karena itu, ia tidak heran jika sekarang ini masyarakat mulai lupa dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila tersebut.
Menanggapi hal itu, Perwakilan DPD PA GMNI Jawa Tengah Teguh Irawan mengatakan bahwa apa yang menjadi kegelisahan tersebut memang benar adanya.
Oleh karenanya diperlukan regulasi berupa Perda untuk menjawabnya.
“Dengan adanya Perda itu nanti bisa menjadi solusi untuk membuat forum-forum sosialisasi dan diskusi tentang nilai-nilai Pancasila di desa-desa,” jelasnya.
Menurutnya, Pancasila itu harus tercermin dari penyelenggara negara. Sehingga setiap kebijakan dan regulasi yang muncul mestinya tidak boleh bertentangan dengan Pancasila.
“Pernah suatu ketika saya mengkritisi tentang forum Musrenbang. Karena Musrenbang yang seharusnya dapat meningkatkan partisipasi masyarakat justru sebaliknya dan terkesan berjudi. Karena pengajuan tahun ini baru akan dicairkan tahun depan. Itu pun kalau disetujui. Dan parahnya lagi, ketika sudah disetujui, pengerjaan proyeknya dilakukan tukang (orang lain). Sehingga tidak ada nilai gotong royong masyarakat di dalamnya,” ungkap dia.
Sementara itu, Staf Peneliti Pusat Studi Pancasila UGM Diasma Sandi Swandaru menyampaikan bahwa upaya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila harus dilakukan dengan kesadaran bersama.
“Kita tidak bisa hanya berharap obor itu dari Jakarta untuk menerangi Nusantara. Sehingga caranya perlu dilakukan melalui kelompok-kelompok atau komunitas di semua daerah dengan kesadaran bersama,” terangnya.
Ia meyakini jika hal itu dilakukan maka upaya untuk menghidupkan kembali nilai-nilai Pancasila bisa maksimal dan manfaatnya bisa dirasakan untuk seluruh lapisan masyarakat.
“Berbicara Pancasila itu kalau saya tidak muluk-muluk. Kita bisa hidup rukun dan saling membantu dengan tetangga dan masyarakat sekitar, kita bisa berdiskusi dengan yang beda kelompok, agama, dan yang lain itu sudah manifestasi Pancasila,” jelasnya.
Oleh karena itu, Perda tentang Pancasila itu mestinya memang harus ada. Sehingga ada upaya konkret dari pemerintah untuk menghidupkan nilai-nilai Pancasila di tengah masyarakat.