LENTERAJATENG, SEMARANG – Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, terkait dampak pernikahan anak. Selain menyasar orang tua, sosialisasi juga dilakukan terhadap remaja untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada mereka.
“Harus ada upaya pencegahan-pencegahan, salah satunya memberikan semacam pembelajaran bahwa ini lho ketika melakukan seperti ini, ada resiko kanker serviks bagi ibunya dan anak stunting,” katanya, Rabu (10/5/2023).
Ita sapaan akrabnya mengakui bahwa saat ini masih ada beberapa wilayah di Kota Semarang yang memiliki kasus pernikahan anak cukup tinggi, salah satu diantara di Kelurahan Tanjung Mas Kecamatan Semarang Utara. Saat ini, bahkan masih cukup banyak ditemukan adanya remaja yang hamil di luar nikah yang terpaksa dinikahkan meski masih di bawah usia yang dipersyaratkan oleh Undang-Undang Perkawinan.
“Justru ini harus mencegah sejak dini, sejak remaja. Ini yang mesti dilakukan. Bukan ketika ada anak stunting, diintervensi. Justru pada usia-usia remaja diperlukan intervensi yang lebih intensif,” tuturnya.
Dalam UU Nomor 16/2019 sebagai perubahan UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan diatur bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak laki-laki dan perempuan sudah mencapai umur 19 tahun.
Bagi pasangan remaja yang menikah di bawah usia tersebut kata Ita, pada akhirnya hanya dinikahkan secara siri yang berakibat perkawinannya tidak tercatat dan kesulitan mengurus administrasi kelahiran.
” Pasangan yang menikah pada usia dini juga berisiko mengalami sejumlah permasalahan dari aspek kesehatan, yakni kanker serviks dan anak yang berisiko mengalami stunting,” tuturnya.
Ita menjelaskan bahwa kanker serviks memang menjadi salah satu risiko yang dihadapi perempuan yang melakukan pernikahan pada usia dini karena organ reproduksinya yang masih belum matang.
Demikian pula dengan stunting menurutnya, pasangan yang melakukan pernikahan pada usia dini berisiko melahirkan anak yang mengalami stunting karena belum matangnya pengetahuan mengenai asupan gizi selama mengandung dan setelah melahirkan anak.
“Usia perkawinan kan minimal 19 tahun. Di bawah itu tidak diperbolehkan menikah,” tambahnya. (IDI)