LenteraJateng, KUDUS – Organisasi profesi medis di Kudus tolak penghapusan UU Profesi dalam RUU Kesehatan (Omnibus Law). Setidaknya lima organisasi profesi medis menyatakan sikap untuk mendorong sistem Kesehatan nasional.
Lima organisasi profesi medis tersebut, adalah pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Kemudian persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), beserta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Ketua IDI Cabang Kudus dr Ahmad Syaifuddin MKes mengatakan, bahwa organisasinya dan Profesi Kesehatan lainnya mendukung perbaikan sistem Kesehatan nasional. Mereka juga, menolak penghapusan UU Profesi yang ada dalam RUU Kesehatan atau Omnibus Law.
“Di daerah tidak ada masalah mengenai kewenangan. IDI dan Pemda malah terbantu oleh OP medis dan kesehatan dalam mendukung peningkatan kesehatan masyarakat,” kata dr Syaifuddin, Kamis (3/11/2022).
Ahmad menegaskan, bahwa sebagai organisasi kesehatan yang menjalankan fungsi serta peran berdasarkan amanah di beberapa Undang-Undang lex specialis bidang kesehatan. Antara lain, UU Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU Nomor 4 tahun 2019 tentang Kebidanan.
Maka, demi mengedepankan kepentingan masyarakat dan keselamatan pasien yang lebih luas, Organisasi Profesi Medis dan kesehatan bersepakat dalam pembahasan RUU Kesehatan (Omnibus Law) tidak menghapuskan UU yang mengatur tentang Profesi kesehatan yang sudah ada.
Pihaknya juga mendorong penguatan UU Profesi Kesehatan lainnya. Termasuk mendesak agar pemerintah maupun DPR lebih aktif melibatkan organisasi profesi kesehatan.
Banyak Tantangan Kesehatan, Organisasi Profesi Medis di Kudus
Selain itu, dr Syaifuddin juga mengingatkan bahwa ada banyak tantangan kesehatan. Yakni persoalan penyakit-penyakit yang belum tuntas teratasi. Beberapa di antaranya TBC, gizi buruk, kematian ibu-anak/KIA, penyakit-penyakit triple burden yang memerlukan pembiayaan besar.
“Seperti pembiayaan kesehatan melalui sistem JKN, dan pengelolaan data kesehatan di era kemajuan teknologi serta rentannya kejahatan siber,” tambahnya.
IDI dan Organisasi Profesi Medis Kesehatan mengingatkan, situasi pandemi Covid-19 telah memberikan pelajaran dan peringatan kepada semua pihak jika permasalahan kesehatan tidak bisa hanya pemerintah yang menyelesaikan. Perlu adanya kolaborasi dan sinergisitas semua pemangku kesehatan untuk memperbaiki sistem kesehatan saat ini dan di masa depan.
Rustanto dari PDGI menambahkan hal paling urgent yang saat ini harus dilakukan pemerintah adalah memperbaiki sistem kesehatan yang secara komprehensif berawal dari pendidikan hingga ke pelayanan.
“Pada 2016 WHO menerbitkan dokumen Global Strategy on Human Resources for Health Workforce 2030 sebagai acuan bagi pembuat kebijakan negara-negara anggota dalam merumuskan kebijakan tenaga kesehatan. Pemangku kepentingan dalam dokumen ini bukan hanya pemerintah, tetapi juga pemberi kerja, asosiasi profesi, institusi pendidikan, hingga masyarakat sipil,” imbuhnya
Menurut Rustanto, Hal ini sejalan dengan prinsip governance, di mana pemerintah melibatkan secara aktif pemangku kebijakan lain. Isu pemerataan dan kesejahteraan tenaga kesehatan haruslah menjadi prioritas saat ini.
Kelima organisasi profesi medis Kesehatan tersebut sepakat bahwa Kebijakan kesehatan harus mengedepankan jaminan hak kesehatan terhadap masyarakat. Dalam menjamin praktik dari tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya, harus dipastikan kompetensi dan kewenangannya agar keselamatan pasien dapat tetap dijaga.