LenteraJateng, SEMARANG – Massa buruh kembali lakukan aksi demonstrasi di depan gedung DPRD Jateng, Jalan Pahlawan, Semarang. Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Jawa Tengah berunjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Ketua FKSPN Jateng, Nanang Setyono menyayangkan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia atas kenaikan harga BBM yang berlaku. Saat ini kondisi dan psikologi masyarakat yang belum pulih dan belum membaik pasca pandemi Covid-19 serta dampak atas kebijakan pemerintah lainnya.
“Kebijakan pemerintah terkait dengan kenaikan harga BBM dari Pertalite, Solar, dan Pertamax yang sejak tanggal 3 September 2022 lalu, tentunya telah memicu kenaikan harga kebutuhan lainnya,” kata Nanang, dalam keterangan tertulis, Kamis (15/9/2022).
Di sisi lain, upah pekerja buruh juga tidak ada peningkatan atau penyesuaian atas kebijakan tersebut. Sehingga dirasa merugikan kepentingan pekerja atau buruh dan masyarakat pada umumnya.
Nanang menambahkan, kenaikan harga BBM ini juga berdampak secara langsung terhadap kehidupan masyarakat pekerja atau buruh dan masyarakat pada umumnya di indonesia.
“Belum kering persoalan upah tahun 2022 di Jawa Tengah yang kenaikkannya sebesar 0,78 persen tidak sesuai dengan kebutuhan hidup layak di tahun 2022. saat ini bertambah parah dengan kenaikan harga BBM yang diikuti dengan kenaikan biaya transportasi dan kenaikan harga kebutuhan lainnya,” bebernya.
Sehingga, lanjut Nanang, dengan upah saat ini akan semakin sulit menjangkau Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan jauh dari kesejahteraan
Pihaknya menilai, pemerintah terlalu memaksakan kehendaknya. Terbukti dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada Rakyat termasuk pekerja/buruh.
“Tanpa sedikitpun memahami tentang kebutuhan hidup buruh yang semakin meningkat. Keberadaan PP 36 Tahun 2021 sudah tidak relevan lagi diterapkan untuk menghitung kenaikan upah buruh,” imbuhnya.
BSU Hanya Sementara, Massa Buruh Kembali Demonstrasi di Depan Gedung DPRD Jateng
Bahkan bantuan Subsidi Upah (BSU) oleh pemerintah sebesar Rp 600 ribu hanyalah bersifat sementara. BSU hanya bisa membantu masyarakat menghadapai kenaikan harga BBM dalam jangka pendek.
“Namun jangka panjangnya adalah peningkatan upah pekerja. Sehingga BSU belum menjadi solusi untuk menutup kebutuhan hidup,” pungkas Nanang.
Jika tidak dengan penyesuaian upah dan perbaikan sistem pengupahan, maka hal ini akan memperpanjang persoalan. Yakni antara pekerja/buruh, pengusaha dengan pemerintah terkait upah pekerja/buruh setiap tahun.
FKSPN kemudian juga meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk mencabut PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan. Karena menurut Nanang, sudah tidak relevan sebagai dasar penentuan upah minimum setiap tahunnya.