LenteraJateng, SEMARANG – Komandan Pusat Hidro-Oseanografi TNI AL (Pushidrosal) Laksamana Madya Nurhidayat ingatkan soal ancaman gelombang tinggi dan sedimentasi di perairan Laut Jawa.
Ia menjelaskan, Pushidrosal saat ini tengah melakukan survey di bagian utara Jateng. Mulai dari Tegal, Pekalongan, Batang dan sudah mulai memasuki wilayah Semarang. Selanjutnya, perjalanan survey akan berlanjut hingga Jepara dan terus menuju timur.
“Kami sudah ada survey 50 hari, ini gelombangnya laut cukup keras. Kalau di lautnya, tidak ada gunung,” kata Laksamana Madya Nurhidayat di Kantor Gubernur Jateng, Rabu (3/8/2022).
Selain soal gelombang, ia juga mengingatkan soal sedimentasi di perairan Jawa yang cukup tinggi. Meski tidak berada langsung di jalur ring of fire atau cincin api.
“Hanya saja, sangat tinggi pendangkalannya. Dulu tahun 1900-an dalamnya tujuh meter sekarang tinggal sedikit. Artinya cukup tinggi sedimentasinya, ini harus kita waspadai bersama,” bebernya.
Nurhidayat menyebut, data dan informasi yang Pushidrosal sampaikan bertujuan agar kepala daerah bisa mengetahui berbagai informasi dari perairan.
“Ada laut dengan arus yang bermacam-macam, kemudian soal kedalaman laut dan topografi dasar lautnya. Mungkin mau membuat energi listrik dari arus boleh, silahkan,” katanya.
Di samping membuat data laut, pihaknya juga menyusun informasi soal angin dan prediksi terkait nautika.
“Kami juga selalu memberikan ke BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) untuk ramalan cuacanya. Jadi data itu lengkap dan kami juga buatkan dalam bentuk peta,” tuturnya.
Komandan Pushidrosal juga menyinggung soal IHDC (Indonesia Hidrographic Data Center) yang memuat data batimetri laut secara lengkap.
Ganjar Sampaikan Terimakasih, Komandan Pushidrosal Ingatkan Soal Gelombang Tinggi dan Sedimentasi
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo sampaikan terimakasih atas informasi dari Pushidrosal.
“Jika kedalaman laut Jawa dulu 7 meter dan sekarang jadi 1 meter, maka sebenarnya itu warning, ini penting,” kata Ganjar.
Selama ini, data yang ada berasal dari akademisi dan BMKG. Apabila dilakukan overlay data, menurut Ganjar, akan lebih bagus.
“Ternyata data kami itu memang out of date. Survey terakhir tahun 1800an di titik Pantura dan itu Belanda yg melakukan,” tandasnya
Editor: Puthut Ami Luhur