LENTERAJATENG, SEMARANG – Sejumlah kepala daerah yang berada di wilayah pantai utara (pantura) Jawa Tengah mengikuti rapat koordinasi penanganan banjir di Gradhika Bhakti Praja, Senin (2/1/2023).
Rapat koordinasi tersebut dilakukan bersama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Hadir pula oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjend Suharyanto dan Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati.
Di antaranya adalah yang diungkapkan oleh Wali Kota Pekalongan, Afzan Arslan Djunaid. Ia mengatakan, untuk total pengungsi di Kota Pekalongan mencapai 1.982 pengungsi.
Dampak paling parah berada di Pekalongan barat. Pasalnya, meski sejumlah wilayahnya mulai berangsur surut, namun di Pekalongan Barat terjadi limpasan air Sungai Bremi dan Sungai Meduri.
“Itu masih parah, dampaknya ke Pekalongan Barat. Lokasinya juga dekat dengan kabupaten Pekalongan. Sebelah timur kota, barat kabupaten, jadi kalau luber semua kena dampaknya,” kata Afzan, Senin (2/1/2023).
Afzan juga menceritakan soal disinformasi adanya pengungsi yang tak mendapatkan bantuan. Padahal berdasarkan catatan, pihaknya telah melebihkan jumlah bantuan untuk diberikan ke warga.
“Kemarin muncil di TV korban banjir di Pekalongan belum dapat bantuan. Bukan begitu sebenarnya, warga ngungsi ini, hari pertama sudah terus bertambah. Dari yang awalnya 2.200 orang, kami sudah siapkan 300 nasi bungkus, tapi pukul 21.00 WIB data sudah bertambah 400 orang. Jadi bukanya tidak mendapat bantuan, tapi belum dapat nasi bungkus,” jelasnya.
Ratusan Hektar Sawah Terendam, Ketika Para Kepala Daerah di Pantura Curhat
Pejabat (Pj) Bupati Jepara, Edy Supriyanta, mengatakan banjir di Jepara berdampak 150 hektar lahan persawahan. Tepatnya di kecamatan Welahan.
“Sawah dan tanaman usia 10 hari. Ini para petani mengeluh terancam gagal panen,” terangnya.
Senada, Bupati Demak, Eisti’anah, menyampaikan di daerahnya 14 kecamatan terkena dampak akibat cuaca ekstrem. Selain rumah hingga akses jalan, rarusan hektar lawan persawahan juga terkena dampaknya.
“Sama seperti Jepara, tak hanya rumah warga tapi juga lahan persawahan,” kata Eisti’anah.
Eisti’anah pun mengungkapkan banjir kali ini tak seperti biasanya. Meski terkenan akan robnya, namun kali ini ia mengklaim terparah.
“Kami perlu tambahan pompa dan normalisasi sungai untuk mengatasinya. Karena banjirnya tak seperi biasanya. Rob, hujan masih tinggi dan kondisi aliran sungai dangkal, perlu normalisasi di berbagai aliran sungai. Khususnya normalisasi, ini kita kebingungan karena kebetasan dana dan kewengangan,” lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana Harian (Kalakhar) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pati, Martinus Budi Prasetya, menyampaikan kondisi saat ini jalan utama dan jalan desa di enam kecamatan di wilayahnya masih terganggu akibat banjir. Sedangkan untuk kerugiaan materiil, pihaknya hingga kini masih mencatat lebih jauh.
“Lahan sawah ada yang tergenang, total ada ratusan hektar. Kemudian sekolah, rumah, jalan-jalan di pemukiman juga masih terganggu. Tapi untuk pengungsian sifatnya masih sebatas geser ke rumah saudara atau di luar kecamatan yang banjir,” tutup Martinus.
Tanggapan Gubernur
Sementara itu, Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo, mengatakan beberapa persoalan yang disampaikan oleh kepala daerah butuh penanganan jangka panjang. Selain itu juga perlu keputusan politik karena melibatkan lebih dari satu pihak.
“Nah dari situ saya minta ya sudah tambah saja alatnya, tambah orangnya, tentu tambah biayanya tentu butuh keputusan politik,” kata Ganjar.
Dalam kondisi ini, Ganjar juga meminta semua pemangku kepentingan dalam kondisi siap. Sehingga penanganan kebencanaan bisa lebih cepat.
“Kondisi ini semua siap, sebenernya semua siap tinggal cepat sektor sub sektornya sekarang mesti siap-siap, yang transportasi, yang ngurus sungai, yang ngurus jalan, yang ngurus listrik termasuk ngurus BBM, maka ini cara – cara kita secara lengkap untuk membantu masyarakat yang sedang mengalami bencana ini,” tutupnya.