LENTERAJATENG, SEMARANG – DPRD Kota Semarang melakukan evaluasi dengan Dinas Perhubungan (Dishub), Management Trans Semarang, serta operator, untuk membahas banyaknya keluhan warga terkait pelayanan Trans Semarang. Ealuasi juga terkait, kejadian Feeder Trans Semarang tabrak orang dan korban meninggal dunia (MD).
Ketua Komisi C DPRD Kota Semarang HM Rukiyanto menjelaskan, pihak Dishub, Trans Semarang, serta Operator sepakat untuk melakukan perbaikan pelayanan usai kejadian kecelakaan Feeder Trans Semarang tabrak orang hingga meninggal dunia.
“Kami sepakat untuk melakukan perbaikan dari dan penguatan dari sisi pelayanan, salah satunya adalah Standart Operating Prosedure (SOP) Pengemudi,” kata Ruki usai Rapat di Kantor DPRD kota Semarang, Senin (14/7/2025).
Menurut Ruki, pihak Trans Semarang telah menerapkan sistem dua hari kerja satu hari libur. Dari sisi pendapatan gaji, sopir juga sudah mendapatkan hak yang cukup bagus.
“Dari sisi gaji sudah bagus, intinya kesejahteraan sudah. Misal kalau ada pengemudi yang sakit, sebenarnya bisa dikoordinasikan oleh management,” tuturnya.
Jika terdapat pengemudi yang tidak sehat, ia menyarankan untuk tidak bekerja sementara. Maka, perlu ada driver cadangan sehingga pelayanan tetap berjalan secara optimal.
“Misal kalau sakit ya harus disediakan sopir cadangan, karena kecelakaan kemarin kan murni kesalahan pengemudi. Kalau penambahan nggak perlu lah,” tuturnya.
Kepala Dishub Kota Semarang Kusnandir menambahkan, salah satu sorotan oleh DPRD adalah terkait masalah managemen transportasi serta pembinaan sopir ataupun driver.
“Masukan dari dewan, kami akan evaluasi, dengan peningkatan kinerja oleh awak kami,” tambahnya.
Kusnandir memastikan akan melakukan evaluasi, pengawasan serta pengetatan terhadap operator agar kejadian serupa tidak kembali terulang.
“Nanti operator akan kami perketat, karena driver sebenarnya tanggungjawab dari operator,” tambahnya.
Kepala BLU Trans Semarang Haris Setyo Yunanto menjelaskan, Trans Semarang memiliki SOP layanan, diantaranya pengaturan jam istirahat driver. Kecelakaan yang terjadi, menurutnya, karena kelalaian driver dan pihaknya telah memberi sanksi putus kontrak serta pemotongan BOK bagi operator.
“Dari catatan kami, sopir ini ada jeda istirahat sambil menunggu angkatan atau bus berjalan lagi, sekitar 30 menit,” tuturnya.
Dari sisi kesejahteraan Haris menyebut, supir menerima akumulasi gaji sekitar Rp 5 juta per bulan. Sebelumnya saat penerimaan driver pun sudah dilakukan tes psikologis.
“Kasus kemarin sudah human error, Trans Semarang sudah menerapkan pembatasan kecepatan 50 kilometer per jam, melebihi itu ada sanksi juga berdampak pada operator,” tuturnya.