LENTERAJATENG, JAKARTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memaparkan sejumlah isu krusial yang berpotensi muncul pada Pemilu 2024.
Hal itu disampaikan Bawaslu saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU dan DKPP di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (11/1/2023).
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, salah satu isu krusial yang berpotensi menjadi masalah tersebut adalah terkait batasan kampanye dan sosialisasi.
Oleh karena itu, dibutuhkan regulasi yang jelas agar tidak menimbulkan persoalan.
“Perlu adanya regulasi yang mengatur batasan antara kampanye dan sosialisasi disela waktu antara penetapan partai politik dan waktu kampanye,” ucapnya dikutip dari laman resmi Bawaslu.
Selain itu, sambung Bagja, perubahan regulasi tentang penyelenggaraan pemilu bisa menjadi potensi masalah. Salah satunya, kata dia, beberapa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan perubahan peraturan yang dilakukan pada saat tahapan sedang berlangsung.
Hal tersebut menjadi salah satu tantangan bagi penyelenggara pemilu dalam melaksanakan tugas dan wewenang
“Seperti rekrutment komisioner yang dilaksanakan pada saat tahapan sedang berlangsung, dan waktu untuk melakukan bimtek yang bertepatan dengan waktu tahapan. Serta kendala pemenuhan persyaratan tes Kesehatan jasmani, rohani dan narkoba bagi penyelenggara adhoc,” terangnya.
Dalam kesempatan itu, Bawaslu juga merekomendasikan kepada KPU untuk menyediakan 3189 Tempat Pemungutan Suara tambahan (TPS) Pada Pemilu 2024.
Adapun rinciannya sebanyak 170 TPS di Lembaga Pemasyarakatan (LP), 1486 di pesantren dan kawasan pendidikan, 494 rumah sakit, klinik, puskesmas atau tempat pelayanan kesehatan. Lalu 548 TPS di perusahaan perkebunan atau tambang, dan panti sosial sebanyak 421 TPS.
Sementara itu, Komisi II DPR RI menekankan kembali agar KPU RI, Bawaslu RI, dan DKPP RI dapat menjadi penyelenggara pemilu yang berintegritas, independen, mandiri dan profesional untuk suksesnya Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah serentak tahun 2024.
“Pelaksanaan Pemilu 2024 tetap berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,” kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia.