LenteraJateng, SEMARANG – APJIKI (Asosiasi Penerbit Jurnal Ilmu Komunikasi Indonesia) dan UNJ (Universitas Negeri Jakarta) selenggarakan Workshop pengajuan DOAJ (Directory of Open Access Journals).
DOAJ merupakan direktori online menyediakan akses ke jurnal yang berkualitas.
Jurnal yang terindeks DOAJ mempunyai daya tarik tersendiri bagi calon penulis jurnal. DOAJ semakin popular di Indonesia sejak pengindeks ini dimasukan dalam kriteria pengindeks sedang, berdasarkan pedoman akreditasi Jurnal dan PAK (Penilaian Angka Kredit) khususnya bagi dosen.
Namum memiliki indeksasi DOAJ merupakan perjuangan bagi pengelola jurnal yang ada di Indonesia.
Ketua APJIKI Dr Puji Lestari MSi mengatakan, kegiatan tersebut untuk memenuhi kualitas jurnal ilmu komunikasi. Sisi lain karena adanya tuntutan publikasi ilmiah yang semakin tinggi dikalangan akademisi dan peneliti.
“Harapannya, jurnal ilmu komunikasi yang terindeks DOAJ dapat memenuhi kebutuhan publikasi skripsi, tesis dan disertasi. Selain itu memenuhi kebutuhan publikasi dari penelitian hibah Kementrian, juga meningkatkan jabatan fungsional dosen dan peneliti,” kata Puji Lestari.
Terlebih saat ini menurut Ketua Panitia Yuliyanto Budi Setiawan, jurnal yang terindeks DOAJ dapat tambahan nilai enam poin ketika jurnal tersebut di ajukan akreditasi ke ARJUNA. Editor in Chief Jurnal The Messenger ini melanjutkan, itu semakin menunjukkan pentingnya indeksasi jurnal ke DOAJ.
The Messenger merupakan jurnal Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Semarang yang telah terindeka DOAJ dan WoS.
APJIKI yang berdiri pada 2017, saat ini jumlahnya lebih dari 130 penerbit jurnal komunikasi di seluruh Indonesia. Asosiasi ini berusaha meningkatkan kualitas-kualitas jurnal Ilmu komunikasi.
Workshop yang diselenggarakan secara online melalui ruang zoom tersebut menghadirkan Ambassador DOAJ untuk Indonesia / Voluntary Editor DOAJ, Ikhawan Arief ST MSc.
Pada pemaparannya Ikhwan Arief menyatakan, ada beberapa persayaratan yang harus dicapai oleh para pengelola jurnal yang ingin mengajukan indeksasi DOAJ.
Pertama, publikasi minimal lima artikel per-edisi atau bagi pengelola yang baru mengajukan dapat mengajukan indeksasi DOAJ dengan minimal terdapat 10 artikel di OJS nya.
“Peran serta para pengelola dalam pengajuan DOAJ sangat penting, alamat email aktif dan harus mempergunakan milik institusi,” tuturnya.
Ia melanjutkan, ada beberapa kasus para pengelola yang mengajukan indeksasi DOAJ, tetapi mencantumkan alamat email yang tidak terlalu aktif sehingga memperlambat respon.
“Jurnal dapat berbahasa apapun termasuk bahasa Indonesia,” tambahnya.
Peserta yang hadir pada workshop ini berjumlah 45 orang, yang terdiri dari pengelola jurnal yang tergabung dalam APJIKI, serta peserta umum antara lain dari dosen serta peneliti.
Antusiasme peserta dalam mengikuti acara tersebut dilihat dari banyaknya pertantayaan yangh diajukan kepada pemateri. Satu di antaranya adari pengelola jurnal Dakwah Tabligh, Andi Fauziah Astrid. Ia bertanya mengenai rentang waktu pengajuan kembali setelah ditolak DOAJ.
Pada akhir pemaparannya, pemateri melakukan review kepada jurnal yang sempat ditolak DOAJ. Selain, narasumber menyebut pentingnya bagi jurnal-jurnal ilmu komunkasi agar masuk ke dalam indeksasi jurnal ilmiah DOAJ.
Tujuannya, agar tahapan menjadi jurnal yang lebih maju dan bereputasi dapat tercapai.