LENTERAJATENG, PEKANBARU – Sebanyak 400 badan publik tingkat pusat akan menjadi objek monitoring dan evaluasi (monev) oleh Komisi Informasi (KI) Pusat. Badan tersebut meliputi kementerian, pemerintah provinsi, BUMN, lembaga negara non struktral dan juga Perguruan Tinggi Negeri.
Komisioner Bidang Kelembagaan KI Pusat, Handoko AS mengungkapkan, secara umum kegiatan Monev Keterbukaan Informasi Nasional 2023 akan melakukan penilaian terhadap aspek kualitas informasi, jenis informasi, pelayanan informasi, sarana dan prasarana, komitmen organisasi dan digitalisasi.
“Sementara Monev tingkat provinsi menyesuaikan dengan agenda prioritas setiap Komisi Informasi Provinsi,” ungkapnya saat peringatan Hari Keterbukaan Informasi (HAKIN) di Pekanbaru, Riau, Rabu (17/5/2023).
Ia menambahkan, kegiatan Monev Nasional Keterbukaan Informasi 2023 akan memutuskan 15 Badan Publik terbaik dari seluruh kategori untuk kelak disertakan dalam penganugerahan Tinarbuka Tahun 2024.
“Jadi dalam Monev 2023 ini Komisi Informasi Pusat hanya akan mengumumkan kategori setiap Badan Publik, dan penganugerahan akan diberikan Tahun 2024 kepada 15 Badan Publik terbaik,” bebernya.
Oleh karena itu, Komisi Informasi Pusat dan Provinsi akan memberi perhatian pada aspek-aspek di atas pada pelaksanaan Monev Keterbukaan Informasi Nasional 2023.
Dalam metode penilaian, terdapat tiga aspek yakni kualitas, pemahaman layanan, dan keberagaman informasi dengan pengadaan barang dan jasa didalamnya akan memiliki bobot nilai tertinggi.
Sementara, Wakil Ketua KI Pusat, Arya Sandhiyuda menuturkan, terdapat persoalan klasik yang masih dihadapi masyarakat terkait keterbukaan informasi oleh Pemerintah maupun Badan Publik.
Masyarakat kerap kali sebagai pemohon informasi masih menemui kesulitan mendapatkan informasi dari Badan Publik. Misalnya, dokumen pengadaan barang dan jasa. Padahal, Badan Publik tersebut dalam Monev Komisi Informasi memperoleh kualifikasi ‘informatif’.
“Badan Publik kerap berdalih dokumen pengadaan barang dan jasa sebagai informasi dikecualikan, padahal saat monev menyatakan informasi terbuka,” ucap Arya.
Kasus lain, lanjut Arya, permohonan informasi yang semestinya adalah informasi terbuka tetapi karena salah pemahaman dan penanganan malah menjadi objek sengketa informasi.
“Kerap terjadi dalam proses penyelesaian sengketa informasi, ada ketidakkonsistenan antara petugas layanan informasi atau PPID. Permohonan informasi yang semestinya selesai di tingkat PPID justru ditangani oleh Komisi Informasi Pusat,” tuturnya.