LENTERAJATENG, SEMARANG – Perayaan tahun baru Imlek akan berlangsung sebentar lagi. Berbagai persiapan menyambut Imlek dilakukan, tak terkecuali di Kota Semarang.
Di sebuah ruangan berukuran 4 x 5 meter, Candra Wiro Utomo (35) menghasilkan berbagai kostum barongsai. Tampak di langit-langit ruangan, ada beberapa kepala barongsai yang akan di finishing.
Koh Hong, begitulah nama panggilannya sehari-hari. Ia mewarisi keterampilan membuat barongsai dari kakek dan ayahnya.
“Sekarang saya generasi keempat. Dulu dimulai dari engkong saya, ayah saya, paman, sepupu, akhirnya saya sendiri mulai tahun 2015,” tutur Koh Hong, saat ditemui di rumahnya.
Kendati baru tujuh tahun terakhir terjun membuat barongsai, ia telah mempelajarinya sejak masih belia. Meski awalnya ada yang tak percaya ia mampu membuat barongsai.
“Dari SMP sudah sering bantuan ayah saya dulu. Terus baru 2015 itu saya mulai buat, temen-temen ayah saya bilang, wah ternyata kamu juga bisa buat ya,” kelakarnya.
Di tangan terampilnya, kepala barongsai yang mulanya hanya rangka dari rotan, disulap menjadi singa dengan semburat warna yang ceria.
“Ada dua jenis kostum barongsai, tradisional dan modern. Kalau saya ini lebih ke yang modern, biasanya untuk pertandingan,” jelasnya.
Barongsai modern digunakan dalam pertandingan seperti cabang olahraga di Pekan Olahraga Nasional (PON). Sedangkan tradisional, ukuran dan bentuknya akan lebih besar.
“Kalau tradisional pasti di kepalanya ada tanduk atau burung. Terus di atas mata ada ikan dan di sampingnya katak,” beber Koh Hong.
Warna
Sembari merapikan hasil karyanya, Koh Hong menjelaskan, pola, motif dan warna yang digunakan untuk barongsai akan sangat mempengaruhi bagaimana barongsai akan tampil.
Warna-warna cerah dan motif api yang menyala, dirasa kuat akan mempengaruhi psikologis pemain. Mereka akan tampil percaya diri dan lebih berani jika motif yang demikian, dituangkan pada barongsai.
“Pengrajin barongsai itu intinya menyalurkan energi ke barongsai supaya saat dipakai pertunjukan bisa membakar semangat. Karena barongsai akan lebih hidup bila yang memainkan bersemangat,” terangnya
Lebih lanjut, motif-motif yang paling digemari ataus sering dipesan yakni motif api dan air. Sedangkan untuk pemilihan warna, cukup berbeda-beda tergantung keinginan pemesan.
“Jadi warna dan motif itu memang benar-benar mempengaruhi psikologi semangat pemain barongsai. Semacam naluri yang membikin, supaya kelihatan membakar semangat, agar lebih hidup. Dari naluri, rasa pada jiwa yang ditungkan pada pola dan pemilihan warna,” tuturnya.
Pengerjaan, Pengrajin Barongsai Empat Generasi
Sedangkan tahapan yang dilakukan dalam pengerjaan satu Barongsai, Koh Hong memulainya dari membuat rangka. Lalu membuat permukaan dengan kain kasar serta kertas, pemasangan bulu, mata, serta aksesoris lainnya. Terakhir adalah pembuatan pola atau perwarnaan.
“Satu barongsai, baik ukuran kecil maupun besar, butuh waktu sekitar sepekan. Untuk beratnya maksimal 5 kilogram,” bebernya.
Dalam menjaga kualitas produksinya, Koh Hong menggunakan bahan-bahan terbaik. Seperti menggunakan rotan, kertas singkong, dan bulu-bulu binatang yang diimpor.
“Kertas singkong ini kuat sebagai pengikat. Kalau bulu, ini saya impor dari China, ada bulu domba dan kelinci,” katanya.
Terkait perayaan Imlek tahun 2023 ini, Koh Hong mengaku terjadi kenaikan pesanan hingga 60 persen. Bahkan hingga detik ini, ia sudah membuat 18 set barongsai dan lima set naga.
“Pengerjaan sudah dari Oktober. Desember ini sudah close untuk pembuatan Imlek. Mengingat cuaca dan banjir. Jadi bulan ini tinggal penyelesaian pesanan yang sudah masuk,” tandas Koh Hong.
Soal harga, barongsai buatan Koh Hong dibanderol dengan harga berbeda-beda. Untuk barongsai mulai dari Rp 6 juta hinga Rp 7,5 juta. Sedangkan naga dimulai dadi harga Rp 7,5 hingga Rp 9 juta.
Workshop pembuatan barongsai milik Koh Hong berlokasi di sebuah gang perumahan, tepatnya di Jalan Hiri III Nomor 6, Karangtempel, Kecamatan Semarang Timur, Kota Semarang.