LenteraJateng, SEMARANG – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII ) Kota Semarang melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur dan Polda Jawa Tengah, Selasa (15/2/2022). Mereka mendesak Kapolda Jawa Tengah, Irjen Pol Ahmad Luthfi untuk menarik personilnya dari Desa Wadas. Sebab, hingga saat ini personil kepolisian masih berjaga di wilayah itu.
Koordinator aksi, Agoy, mengatakan aksinya meruakan bentuk solidaritas kepada warga Desa Wadas yang menolak proyek itu.
“Janji dari Kapolda Jateng yang akan menarik personilnya. Tetapi, berdasarkan info dari rekan kami di lokasi, ternyata masih ada aparat di sana. Bahkan, banyak warga yang secara psikologis, mengalami trauma pasca kericuhan. Kami secara tegas, pemerintah dan Polda harus mengusut tuntas kasus tindakan represif terhadap warga,” ungkap Agoy.
Ia juga meminta Polda Jawa Tengah untuk mengusut tindakan aparat, yang membuat sejumlah warga trauma pasca kegiatan pengukuran lahan.
Selain mendesak usut tuntas tindakan represif tersebut, pihaknya meminta kepada pemerintah dan kepolisian untuk bertanggung jawab dampak yang sudah dilakukan oleh aparat.
Selain itu, PMII menolak pertambangan batu andesit di ambil dari tanah Desa Wadas. Sebab, batu andesit di wilayah situ notabane masih dimanfaatkan sebagai sumber kehidupan warga sekitar.
“Kami tidak menolak pembangunan bendungannya. Tetapi, kami menolak pertambangan batu andesit dari tanah Wadas. Padahal, batu andesit di Jateng sudah banyak, mungkin bisa mengambil di daerah lain kenapa harus di tanah Wadas. Padahal itu adalah sumber kehidupan masyarakat setempat,” jelaspnya.
Pesimis Respon Aparat, PMII Cabang Semarang Tagih Janji
Sementara, Muhammad Sony Febrizal, anggota Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum PMII Cabang Semarang menambahkan, penambangan di Wadas sudah dua tahun berlangsung dan aksi ini adalah bentuk perjuangan paralel, baik warga maupun solidaritas Wadas di berbagai daerah.
“Kami sedikit pesimis terhadap respon aparat, Gubernur, bahkan Presiden yang mengabaikan kekerasan yang warga Desa Wadas alami. Tidak menutup kemungkinan, perjuangan ini akan tetap kami lakukan,” pungkasnya.
Sisi lain, lanjut Sony, pemerintah juga harus memperhatikan akibat efek kerusakan alam mengingat Desa Wadas mayoritas bergerak di sektor pertanian.
Editor: Puthut Ami Luhur