Laju digitalisasi yang begitu pesat menjadi tantangan tersendiri bagi para penyelenggara Pemilu khususnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Masyarakat semakin mudah berekspresi dan menyuarakan aspirasi. Masyarakat bisa menyuarakan dan mengutarakan dukungan untuk “tokoh jagoannya” kapanpun dan dimanapun. Hanya cukup bermodal jempol, smartphone dan paket data yang murah, fakta dan hoaks bisa dengan cepat tersebar.
Potensi pelanggaran Pemilu bisa terjadi di dunia nyata dan dunia maya. Kapanpun dan dimanapun bisa terjadi pelanggaran Pemilu. Untuk itu partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawal proses Pemilu.
Partisipasi masyarakat merupakan bentuk kesadaran akan pentingnya keterlibatan dari individu maupun kelompok sosial untuk ikut berperan sesuai kemampuan yang dimiliki dalam upaya mencapai tujuan dari suatu pelaksanaan kegiatan.
Secara sederhana, perkembangan demokrasi suatu negara bisa dilihat dari tingkat partisipasi masyarakatnya. Desentralisasi kebijakan yang bersumber dari bawah (bottom-up). Artinya pendapat masyarakat lebih di dengar dan identifikasi masalah akan lebih jelas karena berdasarkan realita lapangan yang dilihat atau dirasakan oleh masyarakat.
Dalam hal Pemilu, partisipasi masyarakat diharapkan tidak hanya semata-mata urusan memberikan dukungan dan suara. Masyarakat juga diharap turut berpartisipasi dalam mengawal dan mengawasi proses Pemilu agar tetap konsisten dan komitmen dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Dengan partisipasi masyarakat di dalam pengawasan Pemilu, diharapkan akan terselenggara Pemilu yang berkualitas, berintegritas dan demokratis. Dengan proses yang baik diharapkan akan mampu melahirkan wakil rakyat dan pemimpin yang baik pula. Pengawasan partisipatif ini merupakan kolaborasi yang epic antara Bawaslu dengan masyarakat.
Kesadaran akan pentingnya partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pengawasan harus ditumbuhkan. Literasi digital khususnya yang berhubungan dengan pengawasan dan pelanggaran Pemilu harus bisa diedukasikan kepada masyarakat dengan baik.
Dengan pemahaman literasi digital yang baik, masyarakat diharapkan tidak hanya cakap dalam menggunakan gawai dan mengakses informasi di dunia digital saja. Masyarakat diharapkan bisa memilah informasi yang diterima secara langsung maupun yang beredar di media sosial. Kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam memberikan suara dan juga turut andil dalam pengawasan Pemilu yang ditunjang dengan literasi digital yang baik, tentu akan menjadi pembelajaran politik yang baik dalam sejarah perkembangan demokrasi Indonesia.
Di era digital ini, pengawasan di ruang privat sulit tersentuh oleh Bawaslu. Ruang privat ini bisa ditembus dengan pengawasan partisipastif dari masyarakat. Hampir setiap orang, sekarang ini tergabung dalam group chat melalui aplikasi di media sosial. Ada yang tergabung dalam group keluarga, teman kerja, komunitas dan sebagainya. Tak jarang ada saja informasi yang disebarkan melalui group tersebut merupakan informasi hoaks.
Dalam konteks Pemilu ini, bisa saja masyarakat mendapati adanya praktek pelanggaran dari informasi yang beredar melalui group chat yang mereka ikuti. Group chat merupakan salah satu bentuk ruang privat yang sulit bahkan tidak bisa disentuh oleh Bawaslu. Dengan kemudahan akes digital yang sekarang dimiliki oleh setiap orang, masyarakat bisa dengan mudah menyampaikan aduan dugaan pelanggaran Pemilu kepada Bawaslu, tak terkecuali pelanggaran Pemilu yang terjadi di ruang privat.
Dalam upaya meningkatkan partisipasi masyarakat untuk aktif serta dalam pengawasan, Bawaslu sebaiknya menggunakan narasi yang mudah diterima oleh masyarakat. Pesan yang ingin disampaikan Bawaslu kepada masyarakat dikemas secara menarik dan mudah dipahami tanpa mengabaikan esensi.
Sebagaiman kita ketahui di era digital ini, banyak bermunculan content creator atau public figure di social media yang mempunyai pengaruh untuk para pengikutnya. Banyak youtuber, selebgram, selebtiktok dan pegiat social media lainnya yang mempunyai kreatifitas dan keahlian dalam membuat konten yang menarik untuk dilihat oleh masyarakat. Hal ini tentunya bisa menjadi peluang bagi Bawaslu untuk membangun kesadaran masyarakat dalam memasyarakatkan pengawasan partisipatif.
Bawaslu bisa bekerja sama dengan para content creator tersebut untuk membuat sebuah content yang menjadi tontonan yang menarik, edukatif, dan inspiratif tentang pentingnya partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu. Masyarakat yang menyukai musik, komedi, podcast atau berbagai bentuk content lainnya bisa tetap mendapatkan edukasi mengenai Pemilu pada umumnya, dan pengawasan Pemilu pada khususnya.
*Rizky Kustyardhi, Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Boja Kendal, Jawa Tengah