LenteraJateng, SEMARANG – Isu kenaikan harga bahan bakar sejak awal Agustus membuat segelintir masyarakat di Jateng marak lakukan penimbunan bahan bakar minyak (BBM). Atas tindakan tersebut, negara alami kerugian senilai Rp 11 miliar.
Kapolda Jateng Irjen Pol Ahmad Luthfi mengungkapkan, jajarannya telah mengamankan 66 tersangka dr 50 kasus sejak periode 1 Agustus sampai 3 September.
Barang bukti yang diamankan yaitu biosolar sebanyak 81 ton, pertalite 3,2 ton, tangki 38 unit, motor 6 unit, dan 40 buah tandon berkapasitas 1000 liter. Adapun, estimasi kerugian negara sebesar Rp Rp 11.105.164.000.
Modus operandi yang para tersangka lakukan antara lain dengan cara memodifikasi tangki pengangkut BBM. Kemudian juga dengan melakukan penimbunan dan pengoplosan.
“Mengoplos dengan konsentrat minyak mentah kemudian dijual dengan harga Pertamax. Para pelaku juga menjual lintas provinsi,” kata dia saat gelar perkara di Mapolrestabes Semarang, Senin (5/9/2022).
Ia juga mengaku telah membentuk tim satgas khusus dari Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimum), Direktorat Kriminal Umum (Dirkrimum) dan Direktorat Intelijen.
Termasuk kemudian juga berkoordinasi dengan instansi terkait bantuan langsung tunai (BLT) yang disalurkan kepada masyarakat.
“Terakhir, menempatkan anggota di seluruh SPBU sehingga tidak ada spekulan. Apalagi masyarakat yg menganggu jalur distribusi mulai dari kilang minyak, depo, sampai ke SPBU,” bebernya.
Jajarannya juga telah melakukan sejumlah penindakan antaranya adalah pengawasan semua jalur distribusi hingga tepat sasaran dan tidak disalahgunakan.
Luthfi kemudian menghimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan panic buying ketika terjadi kenaikan harga BBM.
Kasus Menonjol, Marak Penimbunan BBM di Jateng
Kapolda menyebut terdapat beberapa kasus menonjol yang terjadi di Jateng. Seperti kasus di wilayah Kudus dengan barang bukti sebanyak 12 ton biosolar dan dilakukan oleh korporasi.
“Salah satunya PT ASS, dengan biosolar. 12 ton kami amankan dari dua org tersangka dan akan kami kembangkan. Bisa jadi ditiru korporasi yg lain,” bebernya.
Menurut pengakuan tersangka, Wahab, ia telah melakukan praktek penimbunan ini sejak tiga bulan yang lalu. Ia menerima 500 – 1000 liter setiap kurun waktu tiga sampai empat hari sekali.
“Pake jerigen. Kemudian saya jual harga Rp 8.500 per liter,” kata Wahab.
Selain di Kudus, seorang petani asal Cilacap bernama Nur, juga melakukan pengoplosan bensin jenis Pertalite. Ia kemudian mencampur serbuk konsentrat yang berwarna biru dan membuat warna bensin menjadi menyerupai warna BBM Pertamax.
“Sehari bisa 15 – 20 jerigen. Sudah lima bulan ini dan jual pakai botol-botol di pinggir jalan,” jelasnya.