LenteraJateng, KENDAL – Lampu-lampu gantung di sebuah kedai kopi bernama Pucuk’e Kendal terlihat bersinar terang. Deru alat penggiling kopi pun terdengar memecah keheningan hutan.
Berada lereng Gunung Ungaran tak membuat tempat ini kekurangan sarana penunjang untuk kedai kopi. Meski di ujung lembah, kedai ini dialiri listrik selama 24 jam penuh.
Kopi Pucuk’e Kendal yang berada di Gunungsari, Desa Ngesrepbalong, Limbangan, Kabupaten Kendal itu memanfaatkan tenaga air atau mikrohidro. Aliran air yang berasal dari aliran Curug Lawe Sicepit itu digunakan untuk menyalakan pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH).
Bertahun-tahun sebelumnya, PLTMH telah digunakan di dusun Promasan yang berada di bawah puncak Gunung Ungaran. Disana 18 rumah teraliri listrik tanpa menggunakan aliran dari Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Inspirasi ini yang kemudian dilanjutkan pemuda setempat untuk membuat PLTMH di kampung Gunungsari.
Wahyudi, Ketua Kelompok Sadar Wisata Gunungsari menuturkan, pembuatan PLTMH ini berawal saat pandemi Covid-19 melanda. Kala itu, pemuda setempat banyak yang dirumahkan dan sekolah juga diliburkan.
“Awalnya, mikrohidro ini muncul di awal pandemi. Anak sekolah libur, pekerjaan banyak yg dikurangi, diliburkan di rumah. Kami sering nongkrong bareng di kampung. Apa yang kita bisa buat, akhirnya bikin kafe sama mikrohidro ini,” kata dia.
Saat pertama kali membuat PLTMH, Wahyudi bersama kawan-kawannya mengunakan barang seadanya. Paralon dan dinamo untuk mengalirkan air juga didapat dari limbah bekas.
“Penggeraknya kami pakai peleg sepeda, kami beri belahan pipa. Besi kami belah dan kami las. Kami coba putarkan, ternyata mampu,” jelas Wahyudi.
Selama kurang lebih satu tahun, PLTMH dengan kekuatan 5000 watt hasil swadaya masyarakat ini, mampu menerangi jalan dan kedai kopi yang mereka buat.
Dukungan CSR
Setelah satu tahun berjalan, pada Maret 2021, PLTMH Gunungsari mendapat dukungan dari Indonesia Power. Dukungan corporate social responsibility (CSR) ini kemudian menyempurnakan fasilitas yang sudah ada.
Pipa-pipa paralon yang berukuran kecil diganti menjadi ukuran yang lebih besar. Mesin dinamo yang sebelumnya merupakan bahan bekas pun diganti dengan dua mesin baru.
“Pipa ini sekarang panjangnya 160 meter ke atas. Dulu nggak sampai 100 meter,” imbuh Wahyudi.
Sarana Edukasi, Kopi Pucuk’e Kendal yang Bersinar dari Pembangkit Listrik Mikrohidro
Sejak PLTMH Gunungsari berdiri, lampu-lampu sepanjang jalan dan kedai tak pernah dimatikan. Hal ini sengaja dilakukan agar menjadi sarana edukasi bagi pengunjung yang datang.
“Memang untuk pengetahuan masyarakat karena mereka tidak lihat tulisan di depan. Tapi setelah sampai di kafe, lampunya nggak dimatikan, baru mereka tanya. Baru kami jelaskan,” bebernya.
Bahkan, menurut Wahyudi potensi pengembangan PLTMH untuk mencukupi kebutuhan masyarakat masih bisa dilakukan di Desa Ngesrepbalong. Masih terdapat aliran air yang dinilai mampu menjadi sumber listrik tenaga mikrohidro.
“Di kampung bawah, ada aliran sungai yang tidak digunakan. Ini bisa kami pakai untuk mikrohidro yang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat,” lanjutya.
Apabila aliran ini bisa sedikit beralih fungsi menjadi sumber tenaga mikrohidro, maka pengawasan terhadap lingkungan juga bisa berjalan lebih baik.
“Masyarakat disini masih sering buang sampah di sungai. Dengan adanya mikrohidro nanti, kami lebih mudah menegur mereka. Kalau buang sampah di sungai listrik mereka tentu akan mati,” pungkas Wahyudi.
Potensi PLTMH di Jawa Tengah
Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essentials Service Reform (IESR) menambahkan, berdasarkan hasil kajiannya potensi tekni tenaga mikro-mini hidro di Indonesia mencapai 28,1 GW di seluruh provinsi Indonesia.
“Di Jawa Tengah potensi teknis PLTMH mencapai 730,3 MW. Potensi sebesar ini jika dapat dimanfaatkan secara optimal akan mampu meningkatkan produktivitas masyarakat desa sehingga mendorong terwujudnya akses energi yang berkualitas dan terjangkau serta meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat,” tandasnya.