LenteraJateng, SEMARANG – Komunitas nelayan minta kepada otoritas terkait soal stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) di kawasan Tambakrejo. Permintaan yang diutarakan oleh Komunitas Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Semarang ini lantaran mereka kesulitan mendapatkan solar untuk bahan bakar melaut.
Kabid Sosial KNTI Semarang, Mustakin mengatakan, para nelayan di Tambakrejo berharap adanya pembangunan SPBN di Semarang dan bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang tepat sasaran. Apalagi, pemerintah baru saja menaikkan harga bahan bakar pada pekan lalu.
“Selama ini, solar untuk nelayan harus dapat surat rekomendasi dan itu sulit sekali dapatnya. Harus punya kartu pas, ngurusnya harus ke kelurahan terus di dinas perikanan. Kartu pas ini dikeluarkan oleh syahbandar, dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP),” kata Mustakin, pada Rabu (7/9/2022)
Bahkan kata Mustakin, untuk rekomendasi ini juga harus mengurusnya melalui Polsek, Polres, hingga Polda.
“Setelah itu harus muter ke polisi, mulai dari Polsek, Polres, sampai Polda. bahkan Polda juga bingung loh ini kan bukan tugas nelayan,” lanjutnya.
Selama ini, untuk kebutuhan melaut, para nelayan membeli BBM di SPBU terdekat. Bahkan bagi yang tidak memiliki kartu pas, harus colong-colongan membelinya.
“Kami beli pake drigen. Atau kalau ada ‘kencing kapal’ kami beli. Jadi pake solar kotor, kan kasian nanti mesinnya pada rusak,” jelas Mustakin.
Meski sadar bahwa tindakan tersebut ilegal, para nelayan terpaksa melakukan hal tersebut karena SPBN tak ada di perkampungan nelayan Tambaklorok.
Mustakin menuturkan, pernah ada seorang nelayan yang meninggal saat membeli BBM karena tertimpa jerigen yang dibawa. Kejadian miris ini juga masih belum mendapat perhatian dari pihak berwenang untuk membuka SPBN di sekitar Tambaklorok.
“Sekarang yang terpenting barang ada dulu. Bayangkan barang sudah makin mahal, juga langka. Sulitnya berlipat-lipat,” keluhnya.
Dampak Kenaikan BBM, Komunitas Nelayan Minta Ada SPBN di Tambakrejo
Kemudian mengenai kenaikan BBM yang kini terjadi, pihaknya mengaku sebagai nelayan pastinya terdampak. Karena sudah pasti, biaya untuk melaut pun bertambah.
“BBM naik pastinya nelayan berdampak, meski naiknya sedikit tapikan kalau kami kalikan jadi banyak. Ssehari itu butuh 40 sampai 60 liter dikalikan saja itu sudah nambah berapa jadinya,” bebernya.
Akhirnya, pengeluaran untuk melaut otomatis juga bertambah 30 – 40 persen mengingat biaya paling besar saat melaut adalah pada bahan bakarnya. Kendati demikian, meski biaya melaut bertambah, para nelayan tidak berani menaikan harga hasil tangkapannya.
“Meskipun naik, harga ikan tetap, tidak berani kami naikan, takutnya malah sepi tidak laku. Modal melaut malah tidak balik. Karena kalau mahal pasti tidak ada yang beli,” tutupnya.