LENTERAJATENG, SEMARANG – Jutaan tanaman mangrove atau bakau telah ditanam di Pulau Tirang, Kota Semarang. Penanaman ini dilakukan agar pulau seluas 466 hektar itu tak hilang dimakan abrasi.
Sekitar tahun 1960-an, Pulau Tirang pernah eksis sebagai ikon wisata Kota Semarang. Kurangnya perhatian baik dari pemerintah maupun pemerhati lingkungan, jejak-jejak Pulau Tirang kini bertransformasi menjadi sebuah pantai dengan nama yang sama.
Pegiat Lingkuangan Perkumpulan Pemuda Remaja Pecinta Alam Tapak (Prenjak), Eko Nugroho, menceritakan jika garis Pantai Tirang adalah sisa dari keberadaan Pulau Tirang.
“Dulu itu (Pulau Tirang), merupakan salah satu ikon wisata Kota Semarang. Tapi karena enggak ada yang merawat, menjaga dan memperhatikan, saat ini keberandaan Pulau Tirang sudah hilang kena abrasi air laut,” kata Eko.
Melihat fenomena tersebut, Pranjak pun hadir dengan tujuan melindungi garis pantai agar tidak hilang layaknya Pulau Tirang. Yakni dngan cara melakukan konservasi berupa penanaman mangrove di sekitar area Kelurahan Tugurejo.
Selain itu, keberadaan tanaman mangrove juga bertujuan untuk menjaga atau melindungi perkampunganya agar air laut tak masuk atau melebar hingga Desa Tapak.
“Tujuan kami tak ingin itu terjadi garis pantai hilang dan perkampungan tenggelam. Jadi kami meneruskan apa yang dilakukan pendahulu kami dulu. Dimulai sejak tahun 1999 sampai saat ini, konservasi mangrove ini sebagai upaya mencegah abrasi,” terangnya.
Eko mengungkapkan sudah ada jutaan tanaman mangrove sejak 1999 hingga 2022 yang telah ditanam oleh Pranjak. Hingga akhirnya ratusan hektar yang dulunya hanya terlihat gundul, kini tampak dikelilingi oleh jutaan tanaman mangrove berbagai jenis.
“Kalau dari awal sampai saat ini sudah ada tiga sampai lima jutaan mangrove yang sudah ditanam. Itu mulai dari awal gundul hingga saat ini. Memang di beberapa titik ada mangrove yang roboh, tapi kami selalu menambal dan menyulam lagi sebagai perawatan. Karena kalau dibiarkan saja bisa jebol,” sambungnya.
Ada lima jenis mangrove yang ditanam, yakni rizoporamokronota, rizopora apikolata, rizopora stylosa, avicennia marina, dan Bruguiera.
Keuntungan Masyarakat, Jutaan Mangrove Ditanam di Pulau Tirang
Selain menjaga daratan dari ancaman abrasi, hutan mangrove di Tapak juga turut menyumbang keuntungan lainya bagi masyarakat sekitar. Khususnya para nelayan dan penambak ikan maupun udang di sekitaran area hutan mangrove.
“Adanya konservasi mangrove ini kan, berarti menjaga habitat alam juga. Jadi hasil tambak bisa lebih bagus. kemudian hutan mangrove ini juga dimanfaatkan sebagai wisata edukasi dan tempat mancing masyarakat. Nelayan turut andil di sini, meyewakan kapal mereka, mengatarkan. Bisa buat tambahan atau sampingan ketika enggak bisa melaut karean cuaca,” bebernya.
Kendati telah terdapat jutaan mangrove yang ditanam di lahan ratusan hektar itu, masyarakat kelurahan Tugurejo masih resah karena dihadapkan dengan berbagai persoalan. Khususnya, mengenai informasi tekait alih fungsi lahan menjadi kawasan atau zona industri.
“Ketakutan kami bila benar-benar ada alih fungsi lahan. Karena sekitar 11 tahun lalu sudah ada informasi seputar alih fungsi menjadi zona industri. Jadi masyarakat mulai bingung. Nanti nasib kampung Tapak bagaimana, karena sekarang saja sudah muncul orang-orang yang merayu pemilik tambak di sini untuk menjual tambaknya. Katanya, kalau enggak dijual bisa repot, terdampak ini itu,” keluhnya.
Tak hanya ketakutan zona industri, penurunan muka tanah atau land subsident di wilayah Tapak pun mulai dirasakan masyarakat setempat. Pasalnya, akses jalan yang sering dilalui kini sudah mulai tergenang rob bila air pasang tiba.
“Apalagi ini, ketika musim hujan tiba bebarengan air pasang, jalan yang dilewati, dulu enggak pernah tersentuh air, kini bisa terendam air. Terus nanti, 10 sampai 20 tahun kedepan bagaimana nasin anak dan cucu kami di masa depan,” tutupnya.