LenteraJateng, SEMARANG – Sudah bertahun-tahun Gito (69) sediakan jalan setapak untuk para pengikut tradisi kungkum setiap malam 1 Suro dalam penanggalan Jawa. Tradisi kungkum atau berendam ini berlangsung di Tugu Soeharto, Bendan Duwur, Kecamatan Gajahmungkur Kota Semarang.
Berhari-hari, Gito bermandikan keringat di bawah terik sinar matahari untuk mencangkul lahan kosong di pinggir Tugu Soeharto. Hal ini ia lakukan lantaran lahan sedimentasi sungai tersebut sudah penuh semak belukar dan sulit untuk orang lewat.
Meski badannya tampak kecil, Gito cukup gesit mengayunkan cangkul dan membuat jalan setapak yang nantinya layak dilalui para pengikut tradisi kungkum.
Sejak seminggu lalu, Gito mulai merapikan jalan setapak itu. Mengingat akses menuju Tugu Soeharto berada di jalan kampung.
“Dulu Tugu Soeharto ada di tengah kali. Sekarang keliatan di pinggir,” kata Gito saat ditemui pada Kamis (28/8/2022).
Mulai tahun 1975, Gito telah rutin berjaga di pinggir sungai untuk membantu orang yang akan mengikuti tradisi Kungkum di malam 1 Suro.
“Biasanya waktu siang jalannya sudah ditutup. Orang mulai berendam jam 22.00 WIB sampai jam 04.00 WIB,” lanjutnya.
Ia mengaku tak meminta imbalan untuk pekerjaan yang ia lakukan. Namun, orang-orang biasanya akan memberikan sumbangan sukarela kepadanya.
Kata Gito, tak hanya masyarakat dari Kota Semarang saja yang datang. Warga luar Semarang pun biasanya akan berbondong-bondong datang untuk ikuti tradisi kungkum ini.
“Nanti dapet wangsit (pesan gaib) juga. Beda orang beda wangsit. Itu bejan (beruntung),” papar Gito.
Bahkan menurutnya, ada pula orang yang setiap Jumat datang untuk kungkum di Tugu Soeharto.
“Karena cocok, rejekinya juga bagus,” pungkas Gito.
Apalagi lagi menurut kepercayaan Jawa, tradisi kungkum dapat mendatangkan keberkahan. Para leluhur di Jawa sudah biasa melakukan tradisi di malam 1 Suro dengan berbagai ritual, salah satunya dengan kungkum.
Tugu Soeharto Berada di Pertemuan Dua Sungai, Bertahun-tahun Gito Sediakan Jalan Untuk Tradisi Kungkum
Lokasi Tugu Soeharto berada di pertemuan dua sungai, yakni Kreo dan Kaligarang. Jika sedang melintas di jembatan Tugu Soeharto akan tampak warna yang berbeda dari dua aliran sungai Kreo dan Kaligarang.
Sukarno (74), sesepuh setempat mengungkapkan, terdapat keunikan dari pertemuan dua sungai tersebut, atau yang sering disebut dengan tempuran.
“Yang dari Kreo airnya hangat, yang dari Kaligarang dingin. Jadi, orang bisa pindah-pindah tempat. Nggak masuk angin kalaupun berendam sampai pagi,” tandasnya.