LENTERAJATENG, SOLO – Mengenalkan dan mengajarkan ibadah puasa Ramadan kepada anak memang wajib dilakukan bagi setiap orangtua yang beragama muslim.
Namun demikian, tak sedikit para orangtua yang masih bingung kapan usia anak dapat mulai belajar melakukan puasa.
Terkait dengan hal itu, Pengurus Cabang Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LKNU) Sumenep dr H Slamet Riadi angkat bicara.
Menurutnya, ada yang beranggapan rentang usia 3-5 tahun waktu yang ideal oleh sebagian orang tua untuk mengajari anak belajar puasa.
“Namun coba perhatikan lagi, apakah di usia tersebut anak sudah bisa mengenal mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan? Bagi kami bersosialisasi menjadi salah satu pertimbangan apakah anak sudah bisa memulai puasa,” ujarnya dikutip dari laman resmi NU, Rabu (12/4/2023).
“Kenapa demikian? Ketika anak lebih bisa menikmati kebersamaan, memperhatikan aktivitas sekelilingnya, dan mulai meniru apa yang dilakukan orangtua atau orang dewasa di dekatnya, maka di momen ini anak jauh lebih bisa diberikan pemahaman mengenai puasa,” imbuhnya.
Secara psikis, lanjutnya, sudah bisa bersosialisasi menjadi tanda kognitif anak mulai berkembang dan mengambil kesimpulan pada apa yang terjadi di sekelilingnya. Berangkat dari inilah ia mengimbau agar orang tua tidak perlu terlalu susah memberikan penekanan dan pemahaman, karena anak sudah bisa mencerna sendiri apa dan mengapa suatu hal bisa terjadi.
Selain kesiapan mental, kata dr Slamet, hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan adalah kondisi fisiknya. Beberapa ahli medis merekomendasikan, untuk mengajari anak memulai puasa di usia 7 tahun. Pertimbangan ini dikarenakan usia berpengaruh pada cadangan glikogen seseorang. Semakin muda usianya, maka semakin sedikit pula cadangan glikogen yang dimilikinya.
“Cadangan glikogen berperan penting pada saat puasa untuk menjaga kadar gula dalam darah. Ketika glikogen habis maka akan timbul risiko hipoglikemia atau kadar gula darah rendah di bawah normal,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, menurut Stanford Children’s Health hipoglikemia pada anak bisa terjadi ketika anak tidak makan tepat waktu, kekurangan makanan, atau beraktivitas yang lebih banyak dari biasanya.
“Pusing, berkeringat, kelaparan, lekas marah, kulit pucat, gerakan kikuk atau tersentak-sentak, kehilangan konsentrasi, kebingungan, kejang, sensasi kesemutan di sekitar mulut adalah gejala anak mengalami hipoglikemia,” terangnya.