LENTERAJATENG, SEMARANG – Arief Hadinata (33), pemilik Hokgstudio yang berada di Kelurahan Kalisegoro, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang akui pekerjaannya seperti pesugihan.
Selain tak nampak pergi pagi ke kantor untuk bekerja dalam balutan seragam, ternyata ia juga nyaris jarang berkesempatan bertemu langsung dengan klien.
Beberapa klien hanya menghubungi via Whatsapp atau email, kemudian ia mengirimkan penawaran, mengerjakan tugas klien, pengecekan, revisi, pengiriman pesanan, hingga pembayaran.
“Setahun terakhir, saya yang ketemu langsung dengan klien udah jarang, beberapa aja yang memang masih sama-sama di Semarang dan pengen ketemu langsung,” ujarnya pada Lentera Jateng, Jumat (8/12/2023).
Ruangan berukuran 4×3,5 meter di belakang garasi mobil menjadi tempatnya menggoreskan kuas dan cat di kanvas, menggambar melalui iPad, maupun mengajar secara dalam jaringan (daring) di depan layar komputer.
Sejumlah karya cetak dan plakat penghargaan terpajang di ruangan yang ia tunggui sekitar 12 jam per hari.
Dari ruangan inilah, Arief melayani pesanan karya untuk Djarum, Mandiri, Accenture, Marimas, hingga Livin’ by Mandiri.
Meski demikian, pada beberapa kesempatan ia juga ke Jakarta, Surabaya, Magelang, Lombok, Wakatobi, Labuan Bajo, hingga Heidelberg untuk menggarap pekerjaan mural maupun tugas sebagai peneliti.
“Nggak pernah keliatan ngantor, tapi setiap hari di sini, dari bangun sampe mau tidur di sini kecuali pas ke luar kota,” ujarnya.
Setiap bangun, Arief hanya melangkah kurang dari 10 meter dari tempat tidurnya untuk bekerja.
Sebagai pekerja kreatif di sektor informal yang tidak memiliki slip gaji, diakuinya sempat galau apakah bisa memiliki hunian.
Terlebih pekerja kreatif sepertinya yang memiliki usaha namun tidak nampak secara fisik usaha yang dilakukan.
“Kalau warung atau toko kan jelas, ada fisiknya, ada produk yang bisa dipegang dan dilihat, sementara usaha saya ini tidak berfisik, cuma studio, produknya nggak bisa dipegang atau dilihat, kecuali saya cetak,” tuturnya.
Aktivitas usaha yang dilakukan hanya terpantau dari akun Instagram miliknya, @hokgstudio dan @ariefhadinata yang aktif ia gunakan untuk promosi sekaligus portofolio.
Kekhawatirannya mengenai kemampuan membeli hunian terpatahkan setelah ia mendapatkan bantuan pembiayaan pembelian aset dari Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Tepat Jumat (15/9/2023) ia menandatangani akta jual beli pembelian rumah yang sudah 1,5 tahun ia sewa.
“Saya nikah 19 September 2017, kemarin waktu saya akad di depan notaris, rasanya sama degdegannya, terharu, seneng, campur aduk,” tutur Arief.
Ia bersyukur bisa menutup pengalaman pindah kontrakan setelah 6 tahun menikah, dan ia bisa memberikan hadiah pernikahannya dengan akad jual beli pembelian rumah.
Usaha warung bernama Kedai Hokage yang sebelumnya dibantu KUR BRI sebesar Rp 75 juta rentang 3 tahun tidak dijadikan sebagai rekomendasi usaha oleh pihak bank.
“Malah usaha ternak tuyul ini yang dilirik oleh bank hingga saya bisa dapat pinjaman Rp 260 juta,” ujar Arief.
Dengan uang muka Rp 140 juta, dan cicilan Rp 5 juta per bulan selama 5 tahun, ia bisa miliki rumah seharga Rp 400 juta.
Arief justru mengaku tak menyangka bisa membeli rumah, karena awalnya sewa rumah sudah habis dan tidak bisa diperpanjang.
Ia berencana menyewa ruko untuk menjalankan bisnis studio dan warung, dan mengajukan pembiayaan di BRI sebesar Rp 150 juta untuk tenor 5 tahun.
“Karena sadar pendapat saya tidak pasti, saya niatkan menabung dan membeli rumah secara tunai. Eh ternyata rejeki saya malah dapat kemudahan,” ujar Arief, tersenyum.
Informasi tentang bisnis sepertinya yang bisa meyakinkan pihak bank, ia sebarkan pada sesama pekerja kreatif lainnya.
Arief menginformasikan agar para kawan mengurus legal-formal usaha seperti Nomor Induk Berusaha (NIB), menata administrasi, hingga menyiapkan studio dan portofolio atau pengalaman kerja lebih banyak.
Pasalnya, berbekal pengalamannya bekerja sama dengan jenama besar, ia bisa mengajukan pinjaman di bank untuk mengembangkan usaha dan menaikkan taraf hidup.
“Seniman seperti halnya pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lain, melakukan promosi, menghasilkan produk, dan bisa juga mengajukan pinjaman di bank,” ujarnya.
Jalan takdir yang awalnya ia pikir hanya lurus, ternyata berkelok, menukik, turun, naik, dan membawanya pada kesempatan dan jodoh yang tak ia sadari.
Setelah bisa mendapatkan pembiayaan, Arief menarget langkah-langkah untuk bisa memenuhi kewajibannya.
“Setelah dapat pembiayaan pembelian rumah, saya harus semakin semangat bekerja untuk membayar cicilan, tentunya, dan bisa fokus berkarya, tidak pindah-pindah kontrakan lagi,” kenangnya.
Terpisah, Anton Widananto, Small Business Manager (SBM) Branch Office (BO) Semarang Pandanaran menjelaskan bahwa KUR Mikro hingga Rp 100 juta dilakukan di BRI Unit, sedangkan KUR Kecil di Rp 100-500 juta dilakukan di Kantor Cabang (KC) maupun Kantor Cabang Pembantu (KCP).
“Perkembangan usaha yang semakin terdigitalisasi, tak hanya untuk penjualan, melainkan juga pola usaha yang semakin berkembang,” tuturnya.
Geliat anak muda yang melakoni usaha di internet, mulai dari content creator, social media influencer, podcaster, hingga atlet electronic sport (e-sport) semakin mewabah.
BRI mendukung semangat anak muda untuk terus berkarya dalam berbagai wadah secara profesional sebagai unit usaha berkelanjutan.
Digitalisasi UMKM bertujuan sebagai langkah untuk meningkatkan efisiensi dari aktivitas operasional bisnis.
“Selain itu, dengan adanya proses yang didigitalisasi ini akan dapat dengan mudah bagi pemilik usaha dalam melakukan analisa karena setiap transaksi terekam secara digital,” pungkas Anton.