LENTERAJATENG, SEMARANG – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah (Jateng) mengaku kecewa dengan keputusan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) yang mengubah rumusan penetapan upah minimum kabupaten/kota (UMK) tahun 2023. Pasalnya, rumusan upah minimum sesuai Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 dinilai memberatkan kalangan pengusaha.
Ketua Apindo Jateng, Frans Kongi, mengatakan pihaknya sangat kecewa dengan keputusan Kemenaker, Ida Fauziyah yang menggunakan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 dalam penetapan upah minimum. Pasalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 yang sebelumnya dibuat landasan dinilai sangat ideal untuk kondisi pengusaha saat ini.
“Usahakan PP 36. Ini sudah injury time, kok tiba-tiba menteri merubah begini. Ini sangat tak baik untuk investasi. Tak ada kepastian hukum. Kami sangat kecewa,” tegas dia.
Menurut Frans, 10 tahun lalu sistem kenaikan upah bisa dilakukan seenaknya. Setelah melalui proses diskusi yang panjang bersama para stakeholder, kemudian terbitlah PP 36.
“Permenaker 18 kami tolak. Apindo seluruh Indonesia tolak itu. Kami akan terapkan PP 36 mengenai pengupahan,” lanjut Frans.
Ia menegaskan pemerintah harus menggunakan PP 36 dalam menentukan batasan upah minimum. Sebab, formula itu yang dinilai lebih ideal untuk menentukan besaran upah di tiap kabupaten/kota.
Lebih lanjut, Frans menyampaikan penggunaan Pemenaker Nomor 18 tahun 2022 itu disebut bisa mempengaruhi iklim investasi di Jateng mendatang. Padahal, pada tahun 2023 mendatang ada ratusan investor yang mengantri untuk menanam modal di Jateng.
“Sebab begini, investasi asing itu sangat peka degan kepastian hukum. Kalau menggunaka Pemenaker, upah pekerja Jateng bisa naik begitu tinggi, ini bisa 8 sampai 9 persen. Sangat tak menguntungkan. Apalagi ini baru selesai dengan covid-19. Masih ada ancaman resesi global. Sangat membahayakan,” sambung dia.
Disinggung mengenai tuntutan buruh yang tetap menyuarakan kenaikan sebesar 13 persen, Frans hanya menjawab silahkan. Namun, ia masih mempertanyakan dasar kenaikan tersebut lantara dirasa kurang tepat.
“Silahkan (suarakan kenaikan 13 persen). Dasar dia (buruh) apa tak tahu. Kenapa kenaikan bisa sebesar itu. Tapi maaf, paling tahu kesehatan perusahaan adalah pengusaha itu sendiri. Sebab begini, seperti halnya seorang karyawan, kalau baik, berprestasi, upah enggak naik atau sedikit, pasti lari,” tutup dia.
Buruh Minta Kenaikan 13 Persen
Sebelumnya, kalangan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jateng tetap menyerukan kenaikan Upah Minimun Kabupaten/kota (UMK) 2023 di tiap daerah naik minimal 13 persen. Nilai tersebut, lebih tinggi dari ketentuan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No 18 tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimun Provinsi (UMP) 2023 yang membatasi kenaikan upah tahun depan maksimal 10 persen.
Sementara itu, Menaker Ida Fauziyah, meminta seluruh kepala daerah menetapkan upah minimum 2023 sesuai Permenaker Nomor 18 Tahun 2022. Dengan penyesuaian formula yang diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat.
Sebab, dari aspirasi yang berkembang ditemukan bahwa penetapan upah minimum melalui formulasi dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan belum dapat mengakomodasi kondisi sosial ekonomi masyarakat saat ini.
Lebih jauh, untuk UMP 2023, Kemnaker memperpanjang batas akhir pengumuman menjadi 28 November 2022. Sementara UMK diberi waktu hingga 7 Desember 2022.
Perubahan jadwal ini bertujuan memberikan kesempatan dan waktu yang cukup bagi dewan pengupahan daerah. Yakni untuk menghitung upah minimum tahun 2023 sesuai dengan formula baru.