LENTERAJATENG, SEMARANG – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang Bambang Suranggono menyebutkan, setidaknya sudah ada 106 wilayah yang menerapkan program kampung iklim (proklim) dengan upaya adaptasi dan mitigasinya terhadap perubahan iklim.
Program kampung iklim tersebut diinisiasi dari surat keputusan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bahwa di setiap kabupaten/kota dengan basis terendah RW boleh membentuk kelompok kampung iklim.
“106 kampung iklim yang tersebar di 177 kelurahan. Kegiatannya, adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim yang sangat cepat,” jelasnya.
Kelompok kampung iklim itu, dijelaskan Bambang memiliki kemampuan adaptasi terhadap perubahan iklim, misalnya dengan menanam pohon peneduh atau tanaman keras seiring dengan kondisi cuaca sekarang ini yang panas.
“Bisa juga, misalnya di satu titik kampung ada sumber air. Biasanya keluar, sekarang tidak. Setelah dicari, ternyata sumber air dari tanaman pendukung kurang, mereka kemudian menyulam (tanaman),” imbuhnya.
Di Kota Semarang ada lima Proklim yang lulus dalam peringkat Proklim utama, kelima kampung iklim utama itu berada di Kelurahan Gondoriyo, Karangturi, Pudak Payung, Wates, dan Tambakreji, serta satu yang terpilih sebagai kategori lestari, yakni Kelurahan Pedalangan.
“Dari 106 kampung iklim ini, kami lakukan pemeringkatan. Terpilih 89 kampung iklim yang kami daftarkan ke KLHK dan ternyata baru lima yang lulus pemeringkatan kampung iklim utama. Proklim lestari ini lebih tinggi dari utama. Di Semarang baru satu yang masuk lestari, yakni Pedalangan,” ungkapnya.
Saat ini, DLH terus mendorong munculnya kampung-kampung iklim yang lain, termasuk di kawasan Semarang Bawah yang padat dengan permukiman dan perkantoran, bukan hanya di Semarang Atas yang masih hijau. Contohnya kampung iklim di Kelurahan Tambakrejo yang berada di kawasan pesisir yang dulunya kumuh dan penuh sampah, tetapi dengan kesadaran dan kepedulian warganya menjadi asri.
“Minimal, dengan adaptasi menanam tanaman keras dan peneduh praktis menjadikan kawasan berkecukupan oksigen, mengurangi polusi udara, baik dari polusi udara maupun udara panas. Di Tambakrejo, mereka membuat taman, terdiri dari tanaman tiga, tabulampot, dan berbagai tanaman keras di sepanjang jalan. Tidak kurang ada 800 jenis tanaman yang ditanam ibu-ibu, mulai perdu hingga lombok dan tomat,” tambahnya.(IDI)